Jumat, 11 Oktober 2013

TREMATODA

MAKALAH PARASITOLOGI
TREMATODA


OLEH
NAMA  : ODI P SEMBOARI
NIM      : 0090840007

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA – PAPUA
2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah ini tentang “Trematoda”  dengan baik dan lancar.
            Pada kesempatan ini,  kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah parasitologi yang telah memberikan tanggung jawab kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk pemenuhan tugas matakuliah Parasitologi Kedokteran yang diberikan.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan kritik serta saran dari dokter dan  para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.




                                                                                    Jayapura, 29 Juli  2013

                                                                                                Penyusun





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................         i
DAFTAR ISI...........................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................        1
1.1.Latar belakang..................................................................................           1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................            3
1.3.Tujuan Penulisan..............................................................................            3
1.4.Sistematika Penulisan.......................................................................           3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................        5
2.1 Morfologi Trematoda .......................................................................          5
2.2 Klasifikasi Trematoda Umum...........................................................           14
2.3 Siklus Hidup Trematoda...................................................................           18
2.4 Gejala Klinis.....................................................................................           20
2.5 Pencegahan ......................................................................................           21
BAB III PENUTUP.................................................................................         22
3.1 Kesimpulan......................................................................................            22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................         23





BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cacing daun yang dikenali merupakan jenis cacing yang tergolong dalam kelas Trematoda filum Platyhelmintes. Cacing daun ini bersifat parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit, kecuali cacing schistosoma. Spesies yang menjadi parasit pada manusia merupakan golongan subkelas Dignea, yang hidup sebagai endoparasit. Sebagian besar caciang trematoda ditemukan di benua Asia dan Afrika, beberapa spesies yang ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski (Kalimantan), Echinostoma (Jawa dan Sulawesi), Heterophydae (Jakarta), Schistosoma japonicum (Sulawesi Tengah). 2
Cacing ini menular melalui beberapa hospes antara yaitu kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia. Trematoda juga dibagi menurut tempat hidup, yaitu trematoda hati/Liver flukes (Clonorcis sinensis, Opisthoracis felineus, Opisthoracis Viverrini, dan Fasciola), Trematoda usus/ Intestinal flukes (Fasciolopsis buski, Echinostomatidae, dan Heterophyidae), Trematoda Paru/Lung fluks (Paragonimus westermani), dan  Trematoda Darah/Blood Flukes (Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium).
Cacing ini biasanya berbentuk pipih dorsoventral, simetri dan tidak mempunyai rongga badan. Ukurannya bervariasi mulai dari 1 mm sampai 75 mm. Ciri khas cacing ini adalah terdapat dua batil isap yaitu batil isap mulut dan batil isap perut ada juga spesies yang memiliki batil isap genital. Trematoda memiliki saluran pencernaan berbentuk huruf Y terbalik dan pada umumnya tidak memiliki alat pernapasan khusus karena hidup secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes defenitif. Telur diletakan dalam saluran hati, rongga usus, paru, pembulug darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Kebanyakan sel telur yang terdapat dalam telur dan pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Telur matang yang sudah mengandung mirasidium menetas dalam air. Proses pematangan spesies telur trematoda yang mengandung sel telur berlangsung selamakurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies tramatoda, telur matang menetas bila ditelan hospes perantara (keong) dan keluarlah mirasidium yang masuk dalam jaringan keong; atau telur langsung dapat menetas dan mirasidium berenang di air. Untuk dapat melanjutkan perkembangannya mirasidium harus dapat menemukan keong air (hospes perantara pertama (HP I) dalam waktu kurang dari 24 jam. Ketika berada dalam keong air mirasidium berkembang menjadi sporokista (S) yaitu sebuah kantong yang mengandung embrio, bentuknya berupa kantong yang sudah memilik mulut, faring, dan sekum. Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R). Dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK). Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh – tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya atau dapat menginfeksi hospes defenitif lainnya seperti pada Schistosoma. Dalm hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes defenitif yang memakan memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria akan terinfeksi jika tidak dimasak atau diolah dengan baik. Cacing Schistosoma menginfeksi hopes defenitif dengan cara serkaria menembus kulit, kemudian berubah menjadi skistosomula lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes. 2
Kelainan yang disebabkan oleh cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing di dalam tubuh hospes. Selain itu rangsangan setempat dan zat toksin yang dikeluarkan oleh cacing turut berpengaruh. Reaksi sistemik terjadi karena tubuh menyerap toksin yang dikeluarkan oleh cacing tersebut yang kemudian akan menimbulkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan lain-lain. Sementara cacing daun yang hidup dalam rongga usus biasanya tidak memberi gejala atau hanya gejala gastrointestinal ringan seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Cacing daun yang hidup di paru seperti Paragonimus, bisa menimbulkan gejala batuk, sesak napas dan batuk berdarah (hemoptisis). Cacing yang hidup di saluran empedu hati seperti Clonorchis, Opisthorchis dan Fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan menyebabkan peradangan saluran empedu sehingga menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainnya adalah peradangan hati sehingga terjadi hepatomegali. Jika dibiarkan berlarut – larut akan menyebabkan sirosis hati. Cacing Schistosoma  yang hidup di pembuluh darah, terutama telurnya menimbulkan kelainan berupa peradangan, pseudo-abses dan akhirnya fibrosis jaringan alat yang diinfiltrasi oleh telur cacing ini, seperti dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan alat lainnya.2
1.2.Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kehidupan dari Trematoda?
2.      Klasifikasi Trematoda berdasarkan organ tubuh yang menjadi inangnya?
3.      Siklus hidup Trematoda?
4.      Bagaimana proses pencegahan dari Trematoda?

1.3.Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui morfologi dari Trematoda.
2.      Untuk mengetahui klasifikasi Trematoda berdasarkan organ tubuh yang menjadi inangnya.
3.      Untuk mengetahui siklus hidup dari Trematoda.
4.      Untuk mengetahui proses pencegahan dari Trematoda

1.4.  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah terdiri dari 3 Bab, yaitu: Bab I atau pendahuluan Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan serta sestematika penulisan; Bab II atau pembahasan yang meliputi Morfologi Trematoda, Klasifikasi Trematoda Umum, Siklus Hidup Trematoda, Gejala Klinis dan Pencegahan; Bab III Penutup yang berintikan Kesimpulan.



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Morfologi Trematoda
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral  dan simetri, bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya adalah terdapatnya dua buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf Y terbalik yang di mulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris  bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susnan saraf di mulai dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat reproduksi yang kompleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah, atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urine. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung mirasisium telur,menetes di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies trematoda, telur matang menetes bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berengang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embryo, disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporookista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).
Perkembangan larva dalam hospes perantara I terjadi sebagai berikut :
M        S      R       SK                      : Misalnya Clonorchis Sinensis
M         S1       S2       SK                 : Misalnya Schistosoma
M        S       R1       R2       SK       : Misalnya Trematoda lainnya
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, katam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitif secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria  berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.

2.1.1.      Hospes
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara lain kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam :
1      Trematoda hati (Liver flukes)
a.         Clonorchis Sinensis
Hospes :
Terdapat pada manusia, kucing, anjing, beruang kutub, dan babi, penyakitnya disebut  Klonorkiasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuk pipih,lonjong menyerupai daun.
Gambar 1. Cacing Clonorchis sinensis dewasa

Telur  berukuran kira-kira 30-16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.
Gambar 2. Telur cacing Clonorchis sinensis

b.         Opisthorchis Felineus
Hospes :
Terdapat pada kucing, anjing, dan manusia merupakan hospes penyakit ini, penyakitnya disebut Opistorkiasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Hidup dalam saluran empedu dan saluran pankreas. Cacing dewasa berukuran 7-12 mm, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral. Telur jenis ini mirip dengan C.Sinensis hanya bentuknya lebih langsing.
Infeksi terjadi dengan dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria dan dimasak kurang matang.

c.         Opisthirchis  Viverrini
Morfologi dan Daur Hidup :
Mirip dengan Opisthorchis Felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang mangandung mataserkaria.
Gambar 3. Cacing Opistorchisviverrini dewasa

d.        Fasciola hepatica
Hospes :
Terdapat pada kambing dan Sapi, dan kadang-kadang parasit ini juga ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut fascioliasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya kurang lebih 30x13mm. bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada puncak kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya kurang lebih 1mm, sedangkan pada bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya kurang lebih 1,6mm. saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.
Gambar 4. Cacing Fasciola hepatica dewasa
Telur cacing ini berukuran 140x90 mikron, dikeluarkan melalui selauran empedu ke dalam tinja dalam keadaan belum matang. Telur menjadi matang dalam air setelah 9-15 hari dan berisi mirasidium.
Gambar 5. Telur Cacing Fasciola hepatica

2      Trematoda Paru (Parangominus westermani)
Hospes :
Manusia dan binatang yang memakan ketam atau udang batu, seperti kucing, musang, anjing, harimau, serigala, dll.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong,menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8-12 x 4-6mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong yang berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan oper kolum agak tertekan ke dalam.

3      Trematoda Usus
a.         Fasciolidae
Hospes :
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut, hewan lainnya seperti anjing dan kelinci juga dihinggapi. Penyakitnya disebut Fasiolopsiasis.

Morfologi dan Daur Hidup.
Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan lebar 0,8 – 2,0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang  letaknya melintang duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus. Batil isap kepala berukuran kira-kira seperempat ukuran batil isap perut. Saluran pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus yang pendek, serta sepasang sekum yang tiudak bercabang dengan dua indentasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak tandem di bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum, meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai ke ujung badan.ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada ootip, berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing, untuk bermuara pada atrium genital, pada sisi anterior batil isap pertut.
Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuag operkulum yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya, berukuran panjang 130-140 mikron dan lebar 80-85 mikron. Setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 15.000-48.000 butir telur sehari.

b.      Echinostomatidae
Hospes :
Hospes jenis ini beraneka ragam yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan, dll (Poliksen). Penyakitnya disebut Ekinostomiasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing-cacing trematoda lain, dengan adanya ciri-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara 37 buah sampai kira-kira 51 buah. Letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm dan lebarnya 0,4 – 0,7 mm hingga 2,5 – 3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya tersusun tandem pada bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi duapertiga badan cacing dan melanjut hingga bagian posterior cacing. Cacing dewasa hisup dalam usus halus, mempunyai warna agak merah keabu-abuan. Telur mempunyai operkolum, besarnya berkisar antara 103-137 x 59-75 mikron. Telur setelah tiga minggu dalam air , berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas , mirasidium keluar dan berenang bebas untuk  hinggap pada hospes perantara I yang berupa keong jenis kecil seperti genus Anisus, Gyraulus,, Lymnaea dan sebagainya.

c.         Heterophyidae
Hospes :
Cacing ini sangat banyak, umumnya mahkluk pemakan ikan ini seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Nama penyakitny adalah Heterofiliasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara `1-1,7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm,kecuali genus  Haplorcis  yang jauh lebih kecil, yaitu panjang  0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-o,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri belakang.
Morfologi dan Daur Hidup :
        Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong , ovarium kecil yang agak bulat dan 14 bua folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya diantara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda,mempunyai operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium.
Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong  air tawar/payau , seperti genus pirenella, Cerithidia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Achantogobius, Clarias dan lain-lain sebai hospes perantara II. Dalam keong , mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadibanyak redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak untuk pada gilirannya membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut menjadi metaserkaria.

4      Trematoda Darah
a.         Schistosoma atau Bilharzia
Hospes :
Hospes definitif adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit Skistomosiasis atau Bilharziasis.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm. Badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di permukaan cacing jantan. Cacing betina badanya lebih halus dan panjang berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm pada umumnya uterus 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembulih darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan selaput lendir usus atau kandung kemih. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum. Telur cacing Schistosoma mempunyai duri dan lokalisasi duri tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95-135 x 50-60 mikron. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, berimigrasi ke jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus, atau kandung kemih untuk kemudian di temukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam air dan larva yang keluar disebut mirasidium.

b.         Schistosoma Japonicum
Hospes :
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa dan lain-lain. Parasit ini pada manusia menyebabkan oriental schistosomiasis, skistomiasis japonika, penyakit Ktayama atau penyakit demam keong.

Morfologi dan Daur Hidup :
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5cm dan betina kira-kira 1,9cm, hidupnya di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di  alat-alat dalam seperti  hati,paru dan otak.

c.         Schistosoma mansoni
Hospes :
Hospes definitif adalh manusi dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar. Pada manusia cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
Morfologi dan Daur Hidup :                  
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1cm dan betina kira-kira 1,4cm. Pada badan cacing jantan S. Mansoni  terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. Haematobium dan S.japonicum. Badan S.japonicum mempunyai tonjolan yang lebih halus. Tempat hidupnya di vena, kolon dan rectum. Telur juga tersebar ke alat-alat lain seperti  hati, paru dan otak.

d.        Schistosoma haematobium
Hospes :
Hospes definitif  adalah manusia. Cacing ini meyebabkan skistomiasis kandung kemih. Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

Morfologi dan Daur Hidup :
        Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm danyang betina kira-kira 2,0cm. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rectum.

2.2.  Klasifikasi Trematoda Umum
Phylum Platyhelminthes terdiri atas tiga kelas, yaitu Turrbellaria, Trematoda, dan Cestoidea. Yang dibicarakan dari kelas trematoda dan cestoidea.
2.2.1.      Kelas Trematoda
Hanya bersifat parasit; stadium definitif ditutupi dengan integument tidak bersilia; epitel bersilia terbatas pada larva yang menetas dari telur biasanya memiliki batil isap; biasanya ditemukan saluran pencernaan makanan kecuali generasi sporokista Digenea.
Subkelas Digenea. Hampir semua spesies bersifat endoparasit; alat untuk melekat terdiri atas satu atau lebih batil isap, salah satunya sirkumoral; porus eksretorius terbuka ke posterior (tunggal pada stadium definitif, ganda pada stadium larva); perkembangannya kompleks, dengan perubahan tiga atau lebih generasi, satu diantaranya pada tuan rumah yang melahirkan stadium peralihan pada moluska; telur menetas, keluar larva yang memiliki silia.

2.2.2.      Ordo Prostomata
Mulut pada / dekat ujung anterior badan, dikelilingi sebuah batil isap. Ordo ini merupakan parasit bagi manusia.
Subordo Strigeata. Stadium definitif (dewasa) monecious / diecious, hidup dalam saluran pencernaan makanan atau darah vertebrata; selalu didapat batil isap anterior; biasanya ditemukan satu atau lebih acetabula ventral; cercaria dengan ekor bercabang dua; pada mirasidium terdapat dua pasang “flam cells”.
Superfamili  Schistosomatoidea (Stiles dan Hassall, 1926). Stadium definitif monecious atau diecious, hidup dalam darah portal dari vertebrata; tidak memiliki otot pharyng; dengan /tanpa asetabulum ventral; telur tidak beroperkulum cercaria apharyngeal, batil isap anterior posisinya preoral;tidak ditemukan stadium metacercaria; cercaria memasuki tubuh tuan rumah definitif dengan menembus kulit.

2.2.3.      Famili Schistosomatidae
Spesies Schistosoma japonicium, S. mansoni, S. Haematobium dan S. mekongi.
Subordo Paramphistomata. Hermafrodit, ventral sucker berkembang dengan baik, posteroterminal atau subterminal di samping organ reproduksi.
Superfamili Paramphistomatoidea. Stiles dan Goldberger, 1910. Acetabulum caudoterminal atau subterminal; ditemukan oral sucker dan eosofagus; porus genitalis di daerah pre-equatorial testes satu atau dua buah umumnya preovarial; vitellaria dilateral; telur beroperkulum; sepasang “flam cell” pada mirasidium.
·         Famili Paramphistomatidae.
·         Spesies Watsonius watsoni.
·         Famili Gastrodiscidae.
·         Spesies Gasdiscoides hominis

2.2.4.      Distomata.
Pemberian nama Distomata dipergunakan untuk memberikan gambaran secara diskritif, tidak sebagai taksonomi.
Hermafrodit; ditemukan oral sucker dan ventral sucker; organ reproduksi seluruhnya atau sebagian besar di sebelah posterior dari ventral sucker.
Sepasang “Flame Cell” ditemukan pada mirasidium; beribu spesies dalam kelompok ini yang bertindak sebagai parasit pada hospes vertebrata; pada manusia terdiri atas tiga superfamili sebagai berikut.
1.      Superfamili Echinostamatoidea (Faust, 1929).
Trematoda dengan ukuran sedang; hidup dalam intestinum, sebagian kecil pada saluran empedu vertebrata; ventral  sucker berkembang baik, berdekatan dengan oral sucker; telur besar beroperkulum, belum matang ketika keluar dari parasit; khas (pada famili Echinostomatidae) dengan collar (seperti kerah baju) dari duri cervikal; mirasidium, memiliki dua bintik mata yang terletak di tangah-tengah; berkembang menjadi redia; berkembang cercaria setelah redia dua dengan ekor sederhana atau bergalur; menetas dalam jaringan molusca, beberapa invertebrate lain,vertebrata atau tanaman.
·         Famili Echinostomaatidae.
·         Spesies Echinostoma ilocanum, E. Lindoense.
·         Famili Fasciolidae.
·         Spesies Fasciola hepatica, F. gigantic, Fasciolopsis buski

2.      Superfamili Plagiorchioidea (Dolfus, 1930).
Trematoda dengan ukuran sedang dan kecil; pipih atau silindris; hidup di dalam saluran biler, saluran pankreas, intestine atau paru-paru vertebrata. Mengeluarkan telur kecil / sedang, operculum tebal, mengandug mirasidium sempurna ketika di keluarkan dari  tubuh cacing. Miracidia membentuk sporo kista; cercaria (memiliki / tidak styllet) dihasilkan dalam sporokista generasi II atau redia, membentuk kista di dalam crustace, insek, moluska atau hospes perantara lain atau dalam tumbuhan, untuk kemudian ditularkan ke dalam tuan rumah definitif.
·         Famili Dicrocoliidae.
·         Spesies Dicrocoelium dendriticum.
·         Famili Troglotrematidae.
·         Spesies Paragonimus westermani
Gambar 7. Cacing Paragonimus westermani dewasa

3.      Superfamili Opisthorchioidea (Vogel,1934 Faust, 1949).
Cacing berukuran kecil / sedang; seringkali spinose, perkembangan muskulatur tidak sempurna, dengan atau tapa bintik mata pada stadium dewasa. Tidak memiliki kantung cirrus, testis di belakang ovarium, tidak memiliki reseptakulum seminalis, metraterm dan duktus ejakolatoris bersatu membentuk duktus genitalis komunis. Telur kecil, dinding tebal, memiliki operkulum, mengandung mirasidium yang berkembang sempurna ketika keluar dari cacing, akan tetapi baru menetas jika di telan tuan rumah yang sesuai. Cercaria berkembang dari redia sederhana, berbintik mata, acetabulum rudimeter, tanpa stylet tetapi memiliki dua atau tiga baris pendek, duri pengait di atas mulut. Cercaria ensitasi dalam ikan; dewasa pada saluran pencernaan makanan atau traktus bilaris mamalia, burung, reptil atau ikan.
·         Famili Opisthorchiidae.
·         Spesies Opisthorchis felineus, O. viverini, Clonorchis sinensis.
·         Famili Heteophydae.
·         Spesies Heterophyes heterophyes, metagonimus yokogawi
2.3.  Siklus Hidup Trematoda
Telur yang keluar dari tubuh cacing mungkin telah matang terdapat pada Schistosoma,Chlonorchis, Metagonimus  dan Opisthorchis.Pada Schistosoma telur langsung menetas di air,sedangkan pada Chlonorchis  dan  Metagonimus, baru akan menetas jika masuk kedalam tubuh keong air.Keadaan telur lainya yang perlu pematangan terlebih dulu di air, misalnya Fasciola, Fasciolopsis dan Paragonimus.
Gambar 6. Siklus hidup Trematoda

Keluarnya telur dari hospes definitive dapat bersama tinja misalnya Fasciolopsis, Fasciola, Clonorchis, Heterophyes, Schistosoma mansoni, S. japonicum atau bersama urin misalnya S. haematobium atau dapat juga bersama sputum misalnya Paragonimus westermani. Telur yang menetas di air, mengeluarkan larva stadium I yang disebut miracidium. Larva ini permukaan tubuhnya ditumbuhi silia yang berguna untuk berenang mencari hospes perantara I (keong air tawar). Larva ini harus sudah berada didalam tubuh hospes perantara I dalam 24 jam, jika belum mendapatkannya, larva akan mati. Di dalam tuan rumah perantara I, larva segera melepaskan silianya dan berubah menjadi semacam kantung memanjang yang disebut sporokista, kemudian akan berumah menjadi redia. Redia memperbanyak diri dan berubah menjadi larva stadium IV yang berekor dan disebut cercaria.Cercaria berenang meninggalkan hospes perantara I menuju hospes perantaraII dari jenis keong air tawar lain,ikan,udang,kepiting atau tumbuhan air tergantung spesies cacing.Didalam tubuh hospes perantara II cercaria akan berubah menjadi metacercaria,berupa kista dengan dinding cukup kuat.Manusia terinfeksi jika memakan hospes perantara II yang mengandung metacercaria.Pada Schistosoma, cercaria tidak menjadi metacercaria,tetapi akan menembus kulit hospes definitive.
Perkembangan dalam tuan rumah perantara pertama banyak varisainya, secara singkat dapat diuraikan perkembangannya yaitu :
1.      Telur telah matang ketika keluar dari hospes, menetas saat kontak dengan air,keluar miracidium mencari keong air, berubah menjadi sporokista generasi I, kemudian menjadi sporokista generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Schistosoma .
2.      Telur belum matang, perlu pematangan di air menetas keluar miracidium, di dalam tuan rumah perantara I berturut-turut menjadi sporokista, redia akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Paragonimus. Untuk genus Fasciola dan fasciolopsis, terjadi dua generasi redia.
3.      Telur belum matang, pematangan di air, menetas, keluar miracidium, di dalam keong air menjadi redia generasi I, generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Echinostoma.
4.      Telur telah matang ketika keluar dari hospes, baru menetas jika ditelan oleh keong air yang sesuai. Kemudian berubah menjadi sporokista generasi I, redia dan akhirnya cercaria, terjadi pada genus Clonorchis dan Metagonimus.

Stadium cercaria (berekor) adalah stadium ketika parasit tidak makan sehingga jika tidak mendapatkan hospes akan mati. Manusia terinfeksi dengan cara metacercaria termakan bersama tubuhan air pada Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni, bersama ikan pada Clonorchis sinensis, Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai atau bersama udang pada Paragonimus westermani. Pada genus Schistosoma, manusia terinfeksi dengan cara cercaria menembus kulit.
Menurut habitatnya, Trematoda di bagi ke dalam 4 kelompok yaitu :
1.      Trematoda usus terdiri atas Fascilopsis buski, Metagonimus yokogawai, Echinostoma ilocanum, Watsonius watsoni, Heterophyes heterophyes, Gastrodiscoides hominis.
2.      Trematoda hati terdiri atas Fasciola hepatica, Opisthoschis felineus, Dicrocoelium dendriticum, Opisthorchis viverini, Clonorchis sinensis.
3.      Trematoda paru-paru yaitu Paragoniumus westermani
4.      Trematoda darah yang terdiri atas Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum dan S. mekongi.
Pada umumnya epidemiologi trematoda terdapat pada daerah tropik dan oriental, kecuali untuk genus Opisthorchis ditemukan antara lain di Jerman, daerah Rusia semenanjung Balkan. Ada beberapa keadaan yang dapat membantu penyebaran trematoda, yaitu penggunaan air sungai untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya, atau memakan keong air, tumbuhan air, ikan, ketam air tawar mentah atau kurang matang, pembuangan tinja, urin atau sputum sembarangan serta hospes reservoir yang dapat membantu penyebaran trematoda. 
2.4.  Gejala Klinis
Pada umumnya infeksi oleh trematoda tidak menimbulkan gejala yang berarti. Adapun gejala klinis ini tergantung pada beberapa hal yaitu ukuran, jumlah dan stadium cacing, organ atau jaringan yang terinfeksi, keadaan umum hospes.
Perubahan yang dapat terjadi pada tuan rumah defitinif berupa kelainan lokal atau sistemik, tapi kebanyakan terjadi kedua-duanya. Terdapat tiga tahapan penyakit oleh trematoda, yaitu stadium prepaten atau masa inkubasi biologis, yaitu waktu sejak masuknya stadium infektif pada hospes sampai dapat menghasilkan telur atau sampai timbulknya gejala klinis. Selsnjutnya stadium akut, tahapan ke tiga yaitu stadium kronis.

2.5.  Pencegahan
Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan penderita sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembungan tinja, urine atau sputum, kampanye antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama menyangkut mandi serta makan.

















BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas trematoda filum platyhelminthes dan hidup sebagai parasit pada umumnya hermatodit. Spesies ini merupakan parasit yang terdapat dalam tubuh  manusia, termasuk subkelas digenea yang hidup sebagai endoparasit.
Pada umumnya Trematoda atau cacing daun  merupakan parasit dengan sifat hermafrodit yang memiliki siklus hidup yang kompleks. Mulai dari telur, mirasidium. Serkaria. Redia, kemudian menjadi cacing dewasa muda dan akhirnya menjadi cacing dewasa.berdasarkan tempat hidupnyapun jenis cacing ini lebih bervariasi. Ada trematoda yang hidup di hati, Paru, usus bahkan dalam darah. Proses penyebarannyapun sangatlah mudah dan sangat sederhana.

















DAFTAR PUSTAKA

1.        Natadisastra D. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh yang                Diserang. Natadisastra D, Agoes Ridad, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2009. 105p.
2.        Buku Ajar Parasitologi Kedokteran edisi ke empat. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2001. Editor: Inge Sutanto, Is suhariah Ismid, Puji K Sjarifuddin, Saleha sungkar
3.        Sandjaja Bernardus. Parasitologi Kedokteran Buku II Helmintologi Kedokteran. Herri Pedo, editor. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. 286-287p.
4.        Prianto Juni, Darwanto, Tjahaya. Atlas Parasitologi Kedokteran. Hadidjaja  Pinardi, Gandahusada S, editor. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995. 49p
5.      Safar Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran Edisi Khusus. Bandung : Yrama Widya, halaman 180-182

1 komentar:

  1. Terima Kasih... makalah anda sangat membantu dalam pembuatan laporan lab saya :)

    BalasHapus