Minggu, 29 September 2013

PENYAKIT KATUP JANTUNG 1. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut, diperantarai secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis Streptokokus Grup-A (SGA) setelah interval beberapa minggu. Penyakit jantung reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik atau kelainan karditis reumatik. 1.1. Etiologi Demam reumatik disebabkan oleh kuman Streptokokus Grup-A (SGA) beta hemolitik.Sedangkan penyakit jantung reumatik disebabkan oleh demam reumatik atau kelainan karditis reumatik. 1.2. Patogenesis Patogenesis demam reumatik akut dan sekuele kroniknya belum sepenuhnya dipahami.Diduga kuat demam reumatik akut adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh Streptokokus Grup-A (SGA). Diperkirakan antibodi yang ditujukan pada protein-M Streptokokus Grup-A(SGA) bereakasi silang dengan protein normal yang terdapat di jantung,sendi,dan jaringan lain. Gejala biasanya belum muncul sampai 2 atau 3 minggu setelah infeksi dan Streptokokus tidak ditemukan pada lesi yang mendukung konsep bahwa demam reumatik terjadi akibat respons imun terhadap bakteri penyebab.Karena sifat antigen yang memicu reaksi silang tersebut sulit diketahui pasti, diperkirakan infeksi Streptokokus memicu timbulnya respons autoimun terhadap antigen diri. 1.3. Morfologi Pada demam reumatik akut,sebukan sel radang dapat terjadi dibanyak tempat, temasuk sinovium,sendi,kulit,dan (yang terpenting) jantung.Reaksi jaringan awal adalah nekrosis fibrinoid fokal.Hal ini memicu respon peradangan campuran, yang mungkin berbentuk infiltrat selular difus atau agregat lokal sel yang mirip granuloma.Akhirnya, ditempat peradangan terbentuk daerah fibrosis.Fibrosis sering terjadi di jaringan jantung, dan merupakan penyebab cacat katup yang ditemukan pada penyakit jantung reumatik kronis.Karditis reumatik akut ditandai dengan peradangan pada ketiga lapisan jantung sehingga lebih tepat disebut pankarditis.Tanda utama karditis reumatik akut adalah adanya fokus peradangan didalam jaringan ikat jantung,yang disebut Badan Aschoof. Fokus tersebut mengandung daerah nekrosis fibrinoid sentral dikelilingi oleh infiltrat peradangan mononukleus kronis dan kadang-kadang makrofag besar dengan inti vesicular dan banyak sitoplasma basofilik,yang disebut sel Anitschkow. Badan Aschoffini sebagai diagnostik histopatologik demam reumatik. Badan Aschoff dapat ditemukan dimana saja di jaringan ikat jantung.Di miocardium, badan ini sering terletak dekat dengan pembuluh kecil dan mungkin menekan dinding pembuluh tersebut.Selain badan Aschoff, miocardium juga mungkin mengandung infiltrat peradangan interstisium difus Pada kasus yang parah,miokarditis dapat mengganggu fungsi miokardium sehingga terjadi dilatasi generalisata rongga jantung.Kertelibatan pericardium bermanifestasi secara makro dan mikroskopis sebagai perikarditis fibrinosa,kadang-kadang disertai efusi pericardium serosa atau serosanguinosa.Endokardium sering terlibat dan dapat mengenai semua katup.Namun, peradangan katup cenderung lebih mencolok di katup mitral dan aorta. Katup yang terkena mengalami edema dan menebal serta memperlihatkan fokus nekrosis fibrinoid, tetapi nodus Aschoff jarang di temukan. Peradangan katup dapat menjadi predisposisi terbentuknya vegetasi kecil, yang tampak sebagai tonjolan mirip kutil,terutama di sepanjang garis penutupan katup (endokarditis verukosa).Perubahan akut dapat mereda tanpa sekuele atau mungkin berkembang menimbulkan jaringan parut yang signifikan dan cacat katup kronis. Perubahan yang ditemukan pada organlain meliputi artritis sendi besar nonspesifik,yang ditandai dengan sebukan sel radang kronis dan edema di sendi yang terkena dan jaringan lunak periartikular. Berbeda dengan lesi di jantung,artritis bersifat swasirna dan tidak menyebabkan cacat kronis.Walaupun jarang mungkin ditemukan kelainan paru berupa infiltrat peradangan intersrtisial kronis dan peradangan fibrosa permukaan pleura.Perubahan kulit berupa nodus subkutis atau eritema marginatum.Secara mikroskopis,nodus kulit mengandung lesi fokal yang pada dasarnya adalah badan Aschoff besar.Eritema marginatum bermanifestasi sebagai ruam makulopapular. Penyakit jantung reumatik kronis ditandai dengan ireversibel satu atau lebih katup jantung,yang terjadi akibat episode valvulitis akut sebelumnya. Pembentukan jaringan parut di daun katup dapat menyebabkan berkurangnya garis tengah orifisium katup (stenosis),atau mencegah penutupan sempurna daun katup sehingga terjadi regurgitasi darah saat diastol.Kadang-kadang stenosis dan regurgitasi terdapat bersama-sama,walaupun biasanya yang predominan adalah salah satu efek hemodinamik.Stenosis dan regurgitasi katup meningkatkan tuntutan terhadap miokardium karena peningkatan tekanan dan atau beban volume,yang jika cukup besar dapat menyebabkan gagal jantung.Kerusakan katup juga mempermudah pasien mengalami endokarditis infektif. Valvulitis mitral reumatik kronis lebih sering menyebkan stenosis daripada regurgitasi,dan merupakan penyebab tersering stenosis mitral. Pada stenosis mitral, daun katup dan aparatustendinae menebal,kaku,dan lekat.Orifisium mitral menyempit menjadi seperti celah yang kadang-kadang disebut cacat mulut ikan.Atrium kiri melebar dan mengalami hipertrofi,sedangkan permukaan endokardium sering menebal, terutama di atas daun katup mitral posterior.Trobus mural dapat terbentuk dan berpotensi menyebabkan embolus sistemik.Paru menjadi padat dan berat akibat kongesti pasif kronis,dan pada kasus kronis ventrikel dan atrium kanan melebar dan mengalami hipertrofi. Pada kasus regurgitasi mitral,daun katup mitral yang cacat mangalami retraksi,dan tambahan beban volume pada ventrikel kiri menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Pada kasus stenosis aorta, ujung katup menebal, padat, dan melekat satu sama lain, dan orifidium katup aorta menjadi saluran kaku berbentuk segitiga. Stenosisaorta menimbulkan beban tekanan pada ventrikel kiri mengalami hipertrofi konsentrik. Gagal ventrikel kiri yang kemudian terjadi menyebabkan dilatasi rongga jantung dan sekuele morfologik lain gagal jantung kongestif. Fibrosis daun katup juga dapat menyebabkan katup tertarik ke arah dinding aorta sehingg terjadi regurgitasi aorta, hipertrofi, dan dilatasi ventrikel kiri. 1.4. Manifestasi Klinis Demam reumatik atau penyakit jantung reumatik yang kit kenal sekarang merupakan kumpulan gejala yang terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu penyakit demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Adapun gejala-gejala itu adalah Gambaran klinis predominan pada deman reumatik akut adalah artritis dan karditis. Artritis jauh lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak, terutama mengenai sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu, serta cenderung mengenai sendi yang berbeda-beda.Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan. Artritis jarang ada yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi ini membutuhkan waktu 3-6 minggu.Artritis dapat pula mengenai sendi-sendi kecil jari tangan dam kaki. Sedangkan karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50% atau berlanjut dengan gejala yang lebih berat.Kadang-kadang karditis itu asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Bising gesek pericardium, melemahnya bunyi jantung (akibat efusi pericardium), takikardia, dan aritmia lain merupakan manifestasi klinis yang berkaitan dengan kardititis akut. Pada kasus yang parah, miokarditis menyebabkan gagal jantung kongestif.Dilatasi ventrikel kiri yang timbul menyebabkan musculus papillaris menarik corda tendineadaun katup mitral yang dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi mitral fungsional yang berpotensi reversible. Karditis reumatik kronis biasanya tadak menimbulkan gejala klinis selama bertahun-bertahun atau bahkan berpuluh tahun setelah episode awal deman reumatik. Gejala dan tanda kelainan katup bergantung pada katup mana yang terkena. Selain berbagai murmur jantung, hipertrofi dan dilatasi jantung, serta gagal jantung kongestif, pasien dengan penyakit jantung reumatik kronis mungkin menderita aritmia (terutama fibrilasi atrium dengan stenosis mitral), penyulit tromboembulus, dan endokarditis infektif. Selain itu, terdapat manifestasi klinis lainnya yakmi berupa chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutananius.Chorea ini didapatkan 10% dari demam reumatik yang dapat merupakan manifestasi klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi Stertokukos Grup-A (SGA) dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan berusia 8-12 tahun.Gejala ini muncul 3-4 bulan.Dapat juga ditemukan pada anak-anak berupa suatu emosi yang labil di mana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkunganya sediri. Gerakan-gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral serta gerakan ini akan menghilang pada saat tidur. Eritema marginatum ditemukan kira-kira 5% dari pasien demam reumatik, dan berlangsung berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri, dan tidak gatal. Nodul subkatanius besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada demam reumatik tidak khas, dan jarang terjadi keluhan utama oleh pasien demam reumatik ini. 1.5. Penatalaksanaan Pengobatanserangan akut demam reumatik dengan penisilin tidak memiliki efek pada perjalanan penyakit.Salisilat dan kortikosteroid berguna untuk pengobatan simtomatik demam reumatik, tetapi tidak memiliki efek pada perjalanan penyakit. Penggantian katup yang sakit secara bedah, pada saat yang tepat sangat memperbaiki prognosis pasien dengan penyakit jantung reumatik kronis. 1.6. Prognosis Prognosis demam reumatik dipengaruhi oleh: (1) beratnya penyakit akut; (2) apakah jantung terkena atau tidak, karena semua manifestasi lain, termasuk korea, sembuh sempurna; (3) usia pasien demam reumatik akut, pada anak berusia kurang dari 5 tahun memiliki risiko tertinggi terhadap timbulnya karditis; dan (4) apakah terdapat rekurensi atau tidak, semakin besar jumlah rekurensi maka semakin tinggi insidensi penyakit jantung reumatik kronis yang terjadi kemudian. Hal ini merupakan alasan pemberiaan terapi profilatik penisilin jangka lama pada pasien yang menderita serangan deman reumatik akut (untuk mencegah Streptokokus dan juga kekambuhan demam reumatik). 2. Stenosis Aorta Kalsifikans Stenosis aorta kalsifikans merupakan penyakit jantung degeneratif yang diakibatkan oleh adanya kalsifikasi. 2.1. Etiologi Perubahan degeneratif di katup-katup jantung merupakan bagian yang tidak terhindarkan pada proses penuaan karena stress mekanis berulang yang dialami katup selama hidup. Beberapa perubahan ini dapat dianggap sebagai padanan arterosklerosis terkait usia di katup adalah fibrosis daun katup, biasanya sedikit banyak disertai kalsifikasi. Sklerosis katup paling sering terjadi di katup aorta dan mitral. Pada sebagian besar kasus, sklerosis katup akibat usia tidak menimbulkan gejala dan di temukan secara tidak sengaja saat foto toraks atau autopsi. Pada sebagian pasien,sklerosis mungkin cukup parah sehingga timbul gejala klinis.Sklerosis dan kalsifikasi katup aorta merupakan penyebab tersering stenosis aorta di Amerika Serikat.Lesi tersebut, kadang-kadang disebut stenosis aorta kalsifikasi degeneratif. Stenosis aorta kalsifikasi degeneratif dapat terjadi pada katup aorta yang secara kongenital bikuspid atau unikuspid,atau timbul pada daun katup semilunar yang sebelumnya normal.Kalsifikasi katup mitral biasanya mengenai annulus katup dan biasanya asimtomatik,tetapi pada sebagian kasus kelainan ini dapat menimbulkan gangguan hantaran. 2.2. Patofisiologi Semua penyebab umum stenosis aortapada akhirnya menyebabkan kalsifikasi, terlepas dari penyebab awal. Kalsifikasi katup pada sisi katup aorta menghambat pembukaan katup selama sistol. Hambatan pembukaan katup menyebabkan terhalangnya darah untuk keluar dari ventrikel kiri. Untuk mempertahankan stroke volume normal, ventrikel kiri mengkompensasi dengan hyperthrophy konsentris, sebuah proses dimana miokardium menebal tanpa pembesaran rongga ventrikel. Pada hipertrofi miokardium selama bertahun-tahun menyebabkan obstruksi menjadi lebih parah. Miokardium yang mengalami hipertrofi menghasilkan tekananventrikel kiriyang cukup tinggi ketika melakukan kontraksi untuk memaksa darah melewati obstruksi katup. Tekanan gradien antara ventrikelkiri dan aorta meningkat selama sistol. Hipertrofi ventrikel menyebabkan peningkatan beban tekanan pada ventrikel kiri. Disfungsi diastolik dapat terjadi lebih awal dalam proses penyakit. Ventrikel kiri menjadi kurang sesuai. Pengisian ventrikel pun terganggu karena relaksasi diastolik kurang dan menjadi semakin bergantung pada kontraksi atrium kiri untuk mengisi. Tekanan ventrikel kiri dan diastolik sering meningkat yang menyebabkan pembesaran atrium kiri dan hipertensi pulmonal. Pada orang dengan stenosis aorta asimtomatik, output jantung dapat meningkatkan responterhadap tekanan melalui peningkatan detak jantung tetapi tidak melalui peningkatan volume stroke. Ketik aterjadi percepatan detak jantung, ada periode penurunan sistolik dimana stroke volume dipertahankan oleh peningkatan tekanan gradien, yang meningkat pada katup aorta, dan sedikit meningkatdi sekitar daerah katup. Namun, ketika stenosis menjadi berat, daun katup menjadi lebih kaku dan stroke volume tidak dapat dipertahankan walau detak jantung meningkat. Gejala akan timbul ketika orang tersebut melakukan aktivitas fisikatau stres yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung 2.3. Morfologi Pada stenosis aorta kalsifikans degeneratif,daun katup aorta kaku dan berubah bentuk akibat masa kalsifikans yang iregular.Endapan kalsium terletak dibawah ujung pertemuan katup dan meluas ke dalam sinus Valsava.Tidak terdapat stigmata valvulitis reumatik, seperti fusi komisura katup aorta; gambaran ini membantu membedakan stenosis kalsifikans dengeneratif dengan valvulitis aorta reumatik kronis.Perubahan degeneratif di katup mitral terbatas pada fibrosis dan kalsifikasi di sepanjang garis penutupan dan dalam annulus katup.Hipertofi konsentrik ventrikel kiri dan dilatasi ventrikel sering di temukan pada kasus kronis. 2.4. Manifestasi Klinis Seperti stenosis aorta secara umum, gambaran utama stenosis aorta kalsifikans adalah angina pektoris, sinkop, dan (pada tahap selanjutnya) gagal jantung kongestif.Stenosis aorta kalsifikans degeneratif yang timbul pada katup yang sebelumnya normal biasanya asimtomatik sampai dekade kedelapan atau kesembilan.Stenosis aorta juga dapat timbul pada katup aorta yang secara kongenital bikuspid.Konfigurasi abnormal dari katup bikuspid ini menyebabkan katup mengalami stress hemodinamik berlebihan sehingga mengalami wear and tear (keausan), dan kelainan degeneratif terjadi lebih dini. Apapun penyebab stenosis aorta, pemeriksaan fisik memperlihatkan murmur sistolik kresendo-dekresendo kasar dan hipertrofi ventrikel kiri. Angina terjadi kerena peningkatan kebutuhan oksigen miokardium yang hipertrofi ditambah dengan berkurangnya aliran darah keluar aorta.Sinkop mencerminkan kurangnya perfusi ke otak, terutama saat berolahraga. 2.5. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan medis yang pasti untuk stenosis aorta selain antibiotik profilaksis untuk mencegah endokarditis dan pembatasan aktivitas fisik. Pasien asimtomatik mesti dievaluasi dengan echocardiography setiap 1 sampai 5 tahun.Valvuloplasti balon aorta perkutan pun dapat digunakan. 2.6. Prognosis Stenosis aorta yang tidak diobati biasanya menyebabkan kematian dalam 3 atau 4 tahun setelah timbul gejala, baik akibat gagal jantung kongestif maupun aritmia letal. Stenosis aorta kalsifikans degeneratif merupakan indikasi penting penggantian katup secara bedah. 3. Prolaps Katup Mitral Prolaps katup mitral merupakan anomaly yang terjadi pada aparatus katup mitral bila satu atau dua daun katupnya menggelombang berlebihan dan tidak menutup dengan tepat ke dalam atrium kiri saat sistolik.Nama lainnya adalah Barlow’s syndrome, billowing mitral cusp syndrome, floppy valve syndrome, systolic click-murmur syndrome, dan myxomatous mitral valve. Prolaps katup mitral terbagi menjadi klasik dan non klasik, didasarkan atas ketebalan daun katup. Bentuk klasik didefinisikan sebagai pemindahan superior daun katup lebih dari 2 mm selama sistolik dan tebal daun katup sedikitnya 5 mm selama diastasis/akhir diastolik. Sementara itu, bentuk non klasik dinyatakan bila pemindahan daun katup lebih dari 2 mm dengan ketebalan kurang dari 5 mm. Prolaps katup mitral adalah salah satu penyakit jantung yang paling sering ditemukan, terjadi pada 3% sampai 5% populasi dewasa normal. Sebagian besar kasus ditemukan pada usia antara 20 dan 40 tahun; penyakit lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. 3.1. Etiologi Prolaps katup mitral dapat terjadi primer atau pun sekunder.Penyebab terbanyak adalah primer, sebagai kelainan autosom dominan.Kelainan terkait denga kromosom Xq28 dan 16p11.2-p12.1. Prolaps katup mitral juga dapat terjadi pada penyakit herediter jaringan ikat yang memperlebar daun dan aparatus mitral, seperti pada sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos, osteogenesis imperfecta, pseudoxanthoma elasticum, periarteritis nodosa, hipertiroiditis, dan malformasi kongenital, seperti ostium sekundum dan anomali Ebsten’s. Pada penyakit/keadaan yang mengenai satu atau lebih komponen aparatus mitral, dinyatakan prolaps terjadi sekunder.Prolaps katup mitral dapat terjadi sekunder akibat ruptur atau disfungsi musculus papillaris karena infark miokardium atau iskemia, rupture aparatus tendineae atau dinding ventrikel pada iskemia miokardium, dan penaykit miokardium primer.Selain itu juga, prolaps katup mitral dapat pula terjadi akibat peradangan, seperti pada demam reumatikdan endokarditis. 3.2. Patofisiologi Katup mitral menghubungkan atrium kiri dan ventrikel kiri. Pembukaan dan penutupan katup akan mengatur aliran darah. Saat membuka, darah mengalir di anatra dua ruang.Sebaliknya, saat menutup seiring dengan kontraksi ventrikel kiri, darah terpompa keluar.Posisi penutupan diatur oleh panjang daun katup, ikatan dengan aparatus dan musculus papillaris, dan ukuran sistolik ventrikel.Jika seseorang menderita prolaps katup mitral, katup tidak menutup dengan baik, mengakibatkan penggelembungan ketup kembali saat kontraksi jantung dan kebocoran sebagian kecil darah kembali ke atrium kiri. Namun, tidak semua akan mengalami kebocoran katup. Pada kasus ringan, terdapat pelebaran stroma miksoid, daun katup menjadi abnormal, menebal berlebihan, dan prolaps. Ada dua teori yang menerangkan terjadinya prolaps katup mitral, yakni teori valvular dan miokardium.Teori valvular mengatakan bahwa degenerasi miksomatosa ketup mitral menjadi penyebab prolaps katup mitral.Bising sistolik akhir terjadi karena kebocoran pada katup mitral yang menimbulkan regurgitasi.Regangan musculus papillaris juga menarik apeks ke dalam pada waktu sistolik, yang akan memberikan gambaran retraksi pada apeks kardiogram. Kelemahan teori ini adalah data-data patologi anatomi umumnya sesuai kasus yang berat, jarang pada yang ringan. Teori miokardium umumnya berdasarkan penemuan hemodinamis dan angiografis, menekankan peranan miokardium secara primer.Peningkatan kontraksi bagian tengah ventrikel kiri terutama dinding bawah menyebabkan aparatus tendineae kendor dan memberi peluang terjadinya prolaps.Teori ini banyak ditentang karena tidak dijumpai adanya klik atau gambaran prolaps secara ekokardiogram pada penyakit miokardium primer atau sekunder. Bunyi klik terjadi akibat tekanan tiba-tiba daun katup ke atrium kiri saat sistolik dan kebocoran katup saat mengalirkan darah menimbulkan bunyi bising. 3.3. Morfologi Ujung permukaan katup mitral, terutama ujung posterior, lunak dan membesar, menimbulkan penggelembungan khas daun katup ke dalam atrium saat sistol.aparatus tendineae, yang sering memanjang dan rapuh dapat putus pada kasus yang parah. Anulus mitral mungkin melebar.Pemeriksaan histologik memperlihatkan jaringan longgar edematosa yang agak basofilik di dalam lapisan tengah (spongiosa) daun katup dan aparatus.Perubahan serupa mungkin di temukan di katup trikuspid dan, yang lebih jarang, pulmonal. 3.4. Manifestasi Klinis Sebagian besar prolaps katup mitral adalah asimtomatik (60%), sisanya gejala ringan (25%), gejala sedang (14%), dan gejala berat (1%). Gejala-gejala yang dapat terjadi pada prolaps katup mitral: 1. Sakit dada, pada 10% pasien prolaps katup mitral, dapat terjadi karena faktor-faktor: a. Tarikan pada aparatus tendineae menyebabkan traksi pada musculus papillaris. b. Mikroemboli koroner dari agregasi trombosit dan deposit fibrin pada sudut antara atrium kiri dan daun katup posterior. c. Takikardi, stress emosi, dan fisik. d. Hiperadrenergik yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. e. Spasme arteri koronaria. 2. Palpitasi, terjadi pada 7,4% pasien, kemungkinan kibat detak ventrikel yang prematur atau aritmia jantung. 3. Takikardi. 4. Kelelahan dan dyspnea. 5. Neuropsikiatri, seperti serangan panik, nervousness, presinkop dan sinkop. Tromboemboli, aritmia, atau masalah vasodepressor-vasovagal kemungkinan terlibat dalam masalah ini. 6. Pulsasi biasanya normal. Bisa ireguler bila terdapat kontraksi prematur Kecurigaan prolaps katup mitral pada pasien dengan abnormalitas tulang, antara lain hipmastia, anak kurus, rasio tinggi-berat lebih dari normal, dolikostenomelia, aranokdatili, scoliosis, pektus ekskavatum, atau pektus karinatum, dan hipermobilitas sendi perlu dicermati karena kelainan tersebut merupakan predisposisi terjadinya prolaps katup mitral. 3.5. Penatalaksanaan Sebagian besar penderita tidak memerlukan pengobatan.Jika jantung berdenyut terlalu cepat, betablocker (seperti acebutolol, metoprolol, propanolol, metoprolol suksinat, atenolol, bisoprolol) dapat digunakan untuk memperlambat denyut jantung sehingga mengurangi palpitasi dan gejala lainnya.Jika terjadi regurgitasi, setiap kali sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi dan pembedahan, penderita harus mengkonsumsi antibiotik karena terdapat risiko infeksi katup jantung. 3.6. Prognosis Umumnya, prolaps katup mitral adalah baik.Sebagian besar waktu, prolaps katup mitral tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala.Gejala yang memang terjadi dapat diobati dan dikendalikan dengan obat atau operasi.Akan tetapi, beberapa detak jantung tidak normal (aritmia) pada orang dengan prolaps katup mitral dapat mengancam jiwa. 4. Endokarditis Trombotik Non Bacterialis Endokarditis trombotik nonbakterialis (NBTE) ditandai dengan pengendapan massa kecil fibrin, trombosit, dan komponen darah lain di daun katup jantungyang sebelumnya rusak tanpa adanya infeksi bakteri. Yang paling sering terkena pada katup (dalam urutan frekuensi) adalah katup aorta, katup mitral, dan kombinasi dari kedua katup aorta dan mitral. 4.1. Etiologi Penyebab terjadinya endokarditis trombotik nonbkaterialis masih belum diketahui secara pasti namun diperkirakan kelainan ringan endotel dan keadaan hiperkoagulasi. 4.2. Patogenesis Patogenesis endokarditis trombotik nonbkaterialis belum sepenuhnya dipahami;diperkirakan kelainan ringan endotel dan keadaan hiperkoagulasi memudahkan timbulnya kelainan ini. 4.3. Morfologi Secara mikroskopis, endokarditis trombotik nonbkaterialis ditandai dengan adanya nodus-nodus kecil di sepanjang garis penutupan katup, serupa dengan lesi di katup pada demam reumatik akut. Nodus-nodus biasanya bergaris tengah kurang dari 5 mm, walaupun juga cukup besar dan rapuh. Daun katup tampak normal secara kasat mata. Walaupun semua katup dapat terkena, katup mitral adalah tempat tersering, diikuti oleh katup aorta. Secara mikroskopis, nodus terdiri dari bahan eosinofilik (fibrin) dan lapisan halus agregat trombosit. Katup dibawahnya biasanya bebas dari peradangan atau fibrosis, berbeda dengan katup pada demam reumatik akut. Lesi pada endokarditis trombotik nonbkaterialis sering sembuh spontan, meninggalkan untai-untai halus jaringan fibrosa yang disebut Lambl excrescences. 4.4. Manifestasi Klinis Endokarditis trombotik nonbkaterialis biasanya asimtomatik. Kadang-kadang, terutama pada pasien dengan lesi besar, fragmen vegetasi dapat menjadi embolus dan menimbulkan infark di otak dan organ lain. Lesi pada endokarditis trombotik nonbkaterialis juga berpotensi menjadi nidus untuk kolonisasi bakteri sehingga dapat mengalami komplikasi endokarditis infektif. 4.5. Penatalaksanaan Secara umum, pengobatan endokarditis trombotik nonbkaterialis terdiri dari terapi yang diarahkan pada keganasan dan antikoagulasi sistemik. Antikoagulan yang paling efektif tampaknya heparin, yang telah terbukti efektif dalam mengurangi kejadian episode berulang. Antikoagulan harus dilanjutkan terus-menerus pada pasien yang menderita endokarditis trombotik nonbkaterialis, karena tromboemboli berulang telah terjadi pada pasien setelah penghentian terapi heparin. Meskipun sebagian besar pasien tidak memerlukan pembedahan untuk mengatasi lesi katup NBTE, operasi jantung adalah intervensi yang wajar dalam situasi tertentu dimana keseimbangan risiko-manfaat yang menguntungkan. 5. Endokarditis Libman-Sack Istilah Endokarditis libman-sack mengacu pada vegetasi steril yang mungkin terbentuk pada katup jantung pasien dengan lupus eritematosus sistemik.Lesi-lesi ini paling sering terbentuk di permukaan ventrikel katup mitral dan trikuspid, walaupun juga dapat terbentuk di permukaan endokardium lainnya.Berbeda dengan lesi pada NBTE, vegetasi kecil pada endokarditis Libman-Sack tidak memiliki predileksi khusus di garis penutupan katup.Dengan semakin seringnya pemberian steroid untuk pengobatan lupus, lesi ini sekarang jarang ditemukan. SLE atau Systemic Lupus Erhythematosus adalah suatu penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah-ubah.Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit diperkirakan dengan awal manifestasi yang akut atau tersamar yang sebenarnya dapat menyerang setiap organ tubuh, namun terutama menyerang kulit, ginjal, membran, serosa, sendi dan jantung.Secara imunologis, penyakit ini melibatkan susunan autoantibodi yang membingungkan, yang secara klasik termasuk antibodi antinuklier (ANA).Gambaran klinis SLE sangat beragam dan mempunyai sangat banyak kemiripan dengan penyakit jaringan ikat autoimun lainnya (artritis rematoid, poliomielitis, dll) sehingga perlu untuk membuat kriteria diagnosisnya. 5.1. Etiologi Etiologi endokarditis Libman-Sacks, meliputi: a. Antibodi Antinuklear (ANA) ANA diarahkan untuk melawan beberapa antigen nukleus dan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori: (1) antibodi terhadap DNA, (2) antibodi terhadap histon, (3) antibodi terhadap protein nonhiston yang terikat pada RNA, dan (4) antibodi terhadap agen nukleolus. Beberapa teknik digunakan untuk mendeteksi ANA.Secara klinis, metode yang paling sering digunakan adalah imunofluoresensi indirek, yang mendeteksi berbagai macam antigen nukleus, termasuk DNA, RNA, dan protein (ANA generik). b. Faktor Genetik Bukti yang mendukung kecenderungan genetik terjadinya SLE mempunyai beberapa bentuk yaitu: 1. Terdapat indeks yang tinggi (25%) pada kembar monozigot versus kembar digizotik (1-3%). 2. Anggota keluarga mempunyai risiko yang meningkat untuk menderita SLE, dan hingga 20% pada kerabat tingkat pertama yang secara klinis tidak terkena dapat menunjukkan adanya autoantibodi. 3. Pada populasi orang kulit putih amerika utara, terdapat hubungan positif antara SLE dan gen HLA kelas II, terutama pada lokus HLA-DQ. 4. Beberapa pasien lupus (sekitar 6%) mengalami defisiensi komponen komplemen yang diturunkan. Kekurangan komplemen mungkin akan mengganggu pembersihan kompleks imun dari sirkulasi dan memudahkan deposisi jaringan, yang menimbulkan jejas jaringan. c. Faktor Nongenetik Contoh paling jelas dari faktor nongenetik (misalnya, lingkungan) dalam memulai terjadinya SLE adalah adanya sindrom menyerupai lupus pada pasien yang meminum obat tertentu, seperti prokainamid dan hidralazin. Pajanan sinar ultraviolet merupakan faktor lingkungan lain yang memperburuk penyakit tersebut pada banyak individu. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan DNA rusak dan meningkatkan jejas jaringan. d. Faktor Imunologis Semua gambaran imunologis yang ditemukan pada penderita SLE secara jelas memberi petunjuk bahwa kekacauan mendasar pada sistem imun berlaku pada patogenesisnya.Namun, meskipun terdapat bermacam-macam kelainan imunologis, baik pada sel T maupun sel B pada pasien SLE, sulit untuk mengidentifikasi setiap salah satu sebagai penyebab. e. Mekanisme Jejas Jaringan Tanpa memperhatikan urutan pasti terbentuknya autoantibodi, yang jelas autoantibodi tersebut merupakan mediator untuk jejas jaringan sebagian besar lesi viseral diperantarai oleh kompleks imun (hipersensitivitas tipe III). 5.2. Patogenesis Kelainan mendasar pada SLEadalah karena kegagalan mempertahankan toleransi diri, akibatnya terdapat autoantibodi dalam jumlah besar yang dapat merusak jaringan secara langsung atau dalam bentuk endapan kompleks imun.Telah diidentifikasi bahwa antibodi tersebut melawan komponen nuklear dan sitoplasma sel seorang pejamu yang tidak spesifik terhadap organ atau spesies. Suatu kelompok lain antibodi diarahkan untuk melawan antigen permukaan sel unsur darah, sementara yang lain diarahkan untuk melawan protein yang membentuk kompleks dengan fosfolipid (antibodi antifosfolipid). Yang akan dibahas pertama kali adalah spektrum autoantibodi, diikuti dengan tinjauan singkat mengenai teori yang berupaya menjelaskan asal usulnya. 5.3. Morfologi Perubahan morfologis pada SLE dengan serangan pada jantung terutama bermanifestasi dalam bentuk perikarditis, miokarditis, dalam bentuk infiltrat mononuklear nonspesifik, dapat pula ditemukan, tetapi jarang.Lesi valvular, yang disebut juga endokarditis Libman-Sack, juga terjadi tetapi jarang karena penggunaan kortikosteroid yang agresif pada saat ini. 5.4. Manifestasi Klinis Diagnosis SLE dapat jelas terlihat pada seorang perempuan dengan gambaran ruam klasik menyerupai kupu-kupu pada wajah, demam, artitis, nyeri dada pleuritik, dan fotosensitivitas. Namun banyak pasien, gambaran SLE tidak jelas dan membingungkan, seperti demam yang tidak diketahui sebabnya, hasil pemeriksaan urin yang abnormal atau gambaran neuropsikiatrik, termasuk psokosis, berbagai macam gambaran klinis dapat menunjukkan serangan pada ginjal, termasuk hematuria, silinder sel darah merah, proteinuria, dan dalam beberapa kasus ditemukan sindrom nefrotik klasik. Gagal ginjal dapat terjadi, terutama pada pasien yang dapat mengalami glomerulonefritis proliferatif difus atau membranosa, atau keduanya. 5.5. Penatalaksanaan Pengobatan SLE mencakup pencegahan meluas dan penurunan tingkat bahaya serta interval munculnya gejala dari SLE.Pengobatan dapat berupa dengan kortikosteroid dan obat-obat anti malaria.Jenis tertentu dari Lupus nephritis seperti difusi pfoliferatif glomerulonephritis memerlukan obat-obatan sitotoksik.Obat-obat tersebut mencakup cyclophosphamide dan mycophenolate.Hydroxychloroquine (HCQ) adalah alternatif terakhir dalam mengobati Lupus yang di gunakan oleh FDA pada tahun 1955. Pada november 2010, seorang penasehat lingkungan FDA merekomendasikan untuk persetujuan Benlysta (belimumab) sebagai pengobatan untuk rasa sakit dan nyeri yang disebabkan oleh Lupus. Dan pada maret 2011, FDA menyetujui untuk menggunakan pengobatan tersebut. 5.6. Prognosis Prognosis untuk SLE bervariasi dan bergantung pada keparahan gejala, organ-organ yang terlibat, dan lama waktu remisi dapat dipertahankan.SLE tidak dapat disembuhkan, penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi gejala.Prognosis berkaitan dengan sejauh mana gejala-gejala ini dapat diatasi. 6. Endokarditis Infektif Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan endotel jantung.Infeksi biasanya paling banyak mengenai katup jantung, namun dapat juga terjadi pada lokasi defek septal, atau aparatus tendineae atau endokardium mural. Infeksi ini menyebabkan terbentuknya massa lekat debris trombotik dan organisme (disebut vegetasi). Terminologi akut dan subakut sering dipakai untuk menggambarkan EI.EI akut menunjukkan toksisitas yang nyata dan berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, mengakibatkan destruksi katup jantung dan infeksi metastatik, dan penyebab khasnya yaitu Staphylococcus aureus.Sebaliknya, EI subakut berkembang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dengan penyebabnya biasanya Streptococcus viridans, enterococci, staphylococci koagulase negative atau coccobacilli gram negatif. 6.1. Etiologi Hampir semua jenis mikroorganisme mampu menyebabkan endokarditis, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri. 6.2. Patogenesis Infeksi terjadi apabila organisme melekat pada permukaan endokardium selama episode bakteremia. Pada beberapa kasus, penyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada kasus pemakai obat terlarang intravena yang menyuntikkan bahan tercemar secara langsung ke dalam aliran darah; infeksi di tempat lain atau riwayat tindakan gigi, bedah, atau intervensi lainnya (misal, kateterisasi urin) juga dapat menyebabkan penyebaran kuman ke aliran darah. Namun, pada kasus lain, sumber bakteremia tidak jelas dan mungkin berkaitan dengan cedera ringan di kulit atau mukosa, seperti yang mungkin ditemukan, selama menggosok gigi.Pada beberapa kasus, perubahan katup awal adalah cedera endotel diikuti oleh terbentuknya agregat fibrin-trombosit lokal.Fokus ini kemudian menjadi tempat melekatnya mikroorganisme yang terdapat di dalam darah. Pada kasus lain, bakteri mungkin melekat langsung ke permukaan katup tanpa adanya fokus NBTE awal. Kondisi yang meningkatkan risiko endokarditis infektif dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu adanya kelainan jantung, katup jantung prostestik, dan penyalahgunaan obat intravena. Organisme penyebab pada ketiga kelompok risiko ini sedikit berbeda. Endokarditis pada katup asli (bukan prostetik) paling sering (50%sampai 60% kasus) disebabkan oleh streptokokus α-hemolitikus (virdans), yang biasanya menyerang katup yag sudah rusak. Organisme S. aureus yang lebih virulen menyerang katup sehat atau sakit dan bertanggung jawab atas 10% sampai 20% kasus. Daftar bakteri lain adalah enterokokus yang disebut sebagai kelompok HACEK (Haemophilus,Actinobacillus, Cardiobacterium, Eikenella, dan Kingella), yang semuanya bersifat komensal dalam rongga mulut. Endokarditis katup prostetik paling sering disebabkan oleh safilokokus negatif-koagulase (misal, S. epidermidis). Kuman lain adalah basil gram-negatif atau fungus. Pada pemakai obat terlarang intravena, S. aureus, yang sering ditemukan dikulit, merupakan penyebab utama; penyebab lain yang lebih jarang pada populasi pasien ini adalah streptokokus, batang gram-negatif, dan fungus. 6.3. Morfologi Tanda utama endokarditis infektif adalah adanya vegetasi katup yang mengandung bakteri atau organisme lain. Katup aorta dan mitral merupakan tempat tersering infeksi, meskipun katup di sisi kanan jantung juga dapat terkena, terutama pada kasus endokarditis yang terjadi pada pemakai obat terlarang intravena.Vegetasi mungkin tunggal atau jamak dan mungkin mengenai lebih dari satu katup. Vegetasi pada kasus endokarditis akut klasik dimulai sebagai tonjolan kecil, yang mungkin secara kasar tidak dapat dibedakan dengan yang timbul pada NBTE, walaupun vegetasi pada yang pertama cenderung tunggal dibandingkan dengan yang terakhir.Seiring dengan proliferasi organisme, vegetasi juga memperbesar secara progresif dan akhirnya membentuk lesi besar rapuh yang mungkin menyumbat orifisium katup.Vegetasi dapat menyebabkan kerusakan cepat katup, sering menimbulkan robekan daun katup, aparatus tendineae, atau musculus papillaris.Infeksi akhirnya dapat meluas menembus katup ke dalam miokardium di dekatnya dan menimbulkan abses di jaringan perivalvural yang dikenal sebagai abses cincin.Pemeriksaan mikroskopisk terhadap vegetasi memperlihatkan organisme dalam jumlah besar bercampur dengan fibrin dan sel darah.Bila terbatas di katup vegetasi memicu respons peradangan ringan.Respons peradangan neutrofilik yang hebat terjadi jika infeksi telah melewati katup avaskular. Embolus sistemik dapat terjadi setiap saat karena sifat vegetasi yang rapuh, dan embolus ini dapat menyebabkan infark di otak, ginjal, miokardium, dan jaringan lain. Karena fragmen embolus mengandung banyak organisme virulen, di tempat embolus tersebut sering terbentuk abses. Vegetasi pada endokarditis subakut cenderung lebih padat dan tidak banyak menyebabkan kerusakan katup dibandingkan dengan yang ditemukan pada bentuk akut, walaupun perbedaan keduanya mungkin samar. Infeksi subakut kecil kemungkinannya meluas ke miokardium, dan abses perivalvula jarang ditemukan.Secara mikroskopis, vegetasi pada endokarditis subakut tipikal dibedakan dari vegetasi penyakit akut oleh adanya jaringan granulasi di pangkalnya.Dapat juga terbentuk fibrosis, kalsifikasi dan infiltrat peradangan kronis.Embolus sitemik juga dapat terjadi pada endokarditis subakut.Namun, berbeda dengan yang terjadi endokarditis akut, infark yang terjadi jarang mengalami supurasi karena sifat organisme penyebab tidak terlalu virulen. 6.4. Manifestasi Klinis Onset endokarditis infektif mungkin perlahan atau eksplosif, bergantung pada organisme penyebab infeksi.Demam ringan, malaise dan penurunan berat merupakan gejala yang khas pada kasus yang disebabkan oleh organisme dengan virulensi redah, sedangkan kasus yang lebih akut, sebaliknya, biasanya bermanifestasi sebagai demam tinggi, menggigil dan tanda lain septikemia. Perubahan murmur jantung hampir selalu ada, walaupun mungkin sulit dideteksi pada perjalanan awal endokarditis akut. Limpa sering membesar, dan mungkin tampak jari tabuh, terutama pada kasus sub akut. Embolus sistemik sangat sering terjadi pada semua bentuk endokarditis infektif, yang bermanifestasi sebagai defisit neurologik, kelainan retina, nekrosis jari, dan infark miokardium serta visera lainnya.Embolus paru dapat terjadi pada pasien dengan endokarditis sisi kanan dan vegetasi besar di katup trikuspid atau pulmonal. Terperangkapnya embolus infektif di dinding pembuluh darah dapat menyebabkan infeksi lokal dan melemahnya dinding pembuluh dan disertai pembentukan apa yang disebut sebagai aneurisma mikotik. Petekie (perdarahan kecil) mungkin ditemukan di kulit atau mukosa.Perdarahan ini dapat disebabkan oleh mikroembolus atau endapan kompleks imun yang terbentuk sebagai respons terhadap antigenemia kronis. Kelainan ginjal sering ditemukan dan berupa infark ginjal dan glomerulonefritis, yang terakhir terjadi karena terperangkapnya kompleks imun di glomerulus.Dalam beberapa hari sampai bulan, terjadi destruksi progresif katup pada kasus yang tidak diobati yang menyebabkan regurgitasi katup dan dan gagal jantung kongestif. 6.5. Penatalaksanaan Bila prosedur dental, oral atau urologik direncanakan pada pasien yang menderita katup jantung, diperlukan perlindungan antibiotik selama dan segera setelah dilakukan tindakan untuk membunuh semua mikroorganisme yang memasuki aliran darah sebelum mencapai katup jantung.Pada pasien-pasien ini profilaksis antibiotik tersebut efektif untuk mencegah endokarditis infektif. Terapi antibiotik berdasarkan sebsitivitas antibiotik pada organisme yang kultur dari darah, merupakan pengobatan utama pada endokarditis infektif. Meskipun sudah diberi terapi antibiotik yang sesuai, 10-20% kasus subakut dan hingga 50% kasus akut berakhir dengan kematian.Terapi sebaiknya dilakukan selama 4-6 minggu untuk menghilangkan semua organisme dari vegetasi.Pada keadaan kerusakan katup berat dan endokarditis katup prostetik, diperlukan penggantian katup. 6.6. Prognosis Pasien tanpa komplikasi komplikasi yang berat dengan pemakaian antibiotik yang adekuat, prognosis umumnya baik.Prognosis buruk ditemukan bila mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik, payah jantung, pengobatan terlambat, bakteremia, infeksi terjadi setelah pemasangan, pasien geriatri disertai demam, dan keadaan umum yang memburuk. Infeksi stretokokus memiliki prognosis lebih baik dibandingkan stafilokokus atau jamur.Prognosis lebih buruk pada anak yang lebih muda, adanya gagal jantung, emboli, serta beratnya kerusakan katup akibat vegetasi.Vegetasi pada katup aorta atau mitral memberi prognosis lebih buruk daripadavegetasi jantung kanan. 7. Regurgitasi Katup Mitral Regurgitasi katup katub mitral(MR) adalah kebocoran aliran balik melalui katup mitral setiap kali ventrikel kiri berkontraksi. Pada saat ventrikel kiri memompa darah dari jantung menuju ke aorta,sebagian darah mengalir kembali ke dalam atrium kiri dan menyebabkan meningkatnya volume dan tekanan di atrium kiri. 7.1 Etiologi Etiologi regurgitasi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan klinisnya MR akut atau MR kronik. a. Berkaitan dengan klinisnya regurgitasi mitral akut 1. Regurgitasi katup mitral primer akut non-iskemia Terdiri dari ruptur aparatus spontan,endokarditis infektif, degenerasi miksomatous dari valvular,trauma, hipovolemia dan mitral valve prolaps (MVP). 2. MR karena iskemia akut Akibat adanya iskemia akut, maka akan terjadi ganguan fungsi ventrikel kiri,annular geometri atau gangguan fungsi musculus papillaris. Pada infark akut dapat terjadi ruptur dari muskulus palillaris, satu atau keduanya, selanjutnya akan timbul edema paru, syok dan kematian. 3. MR akut sekunder pada kardiomiopati Pada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan bisa asimetris yang berakibat kedua musculus papillaris berubah posisi , akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna selanjutnya penutupan katup mitral tidak sempurna. b. Berkaitan dengan klinisnya regurgitasi mitral akut 1. Regurgitasi mitral karena reumatik Biasanya di sertai juga dengan dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari commisura hanya sekitar 10% kasus reumatik murni tanpa ada stenosis.biasanya lesi reumatik dapat berupa retraksi fibrosis pada aparatus valvuler yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara sempurna. 2. Regurgitasi mitral degeneratif MR degeratif yang paling sering penyebabnya adalah mitral valve prolapsed (MVP) di mana terjadi gerakan abnormal dari daun katup mitral kedalam atrium kiri saat sistol disebabkan karena tidak adekuatnya sokongan dari aparatus memnajang atau ruptur dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan. 3. MR karena iskemia atau MR fungsional Timbul sebagai akibatnya adanya disfungsi musculus papillaris yang bersifat translent atau permanen akibat adanya iskemia kronis dapat terjadi juga akibat dilatasi ventrikel kiri ,aunerisma ventrikel,miokardiopati atau miokarditis. 7.2. Patofisiologi a. Patofisiologi MR akut Pada MR akut primer,atrium kiri dan ventrikel kiri sebelumnya normal tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan (severe volum overload). Pada saat sistol, atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, disamping aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diastol,volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami penigkatan yang berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload tadi. Dinding venrikel kiri cukup tebal tidak akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme Frank starling berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang berlebihan diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-vena pulmonalis dan timbulah edema paru yang akut. Pada saat bersamaan pada fase sistol dimanaventrikel kiri mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan afterload berkurang akibat regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari stok volum ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi ke atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau di atas normal. Pada keadaan seperti ini, pasien akan mempelihatkan gejala-gejala gagal jantung kiri akut, kongesti paru dan penurunan cardiac output. b. Patofisiologi MR Kronik Tidak semuanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol, menunjukan adanya pintu atau celah terbuka (‘regurgitan orifice’) untuk aliran darah balik ke atrium kiri. Adanya “systolicpressure gradient“ antara ventrikel kiri dan atrium kiri, akan mendrong darah balik ke atrium kiri. Volume darah yang balik ke atrium kiri (volume regurgitan) dan presentase regurgitan volume dibanding dengan dari total ejection kiri disebut sebagai fraksi regurgitan. Dengan demikian pada fase sistol,akan terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan pada fase diastol, beban pengisian ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama –kelamaan akan memperburuk performance ventrikel kiri(remodeling). 7.3. Morfologi Kelainan pada aparatus mitral ini pada keadaan regurgitasi bisa saja terjadi pada annulus katup mitral, kedua daun katup, cordae tendinea, dan musculus papillaris, misalnya pada annulus yang melebar, pada penyakit jantung degeneratif seperti penyakit jantung koroner,namum bisa saja mengenai dua atau lebih, seperti katup mitral memendek, mengapur (kalsifikasi), dan terjadi kelainan dari chordae fusi dan memendek seperti penyakit jantung reumatik. Dapat terjadi juga pada musculus papillaris seperti pada akut infark. 7.4. Manifestasi Klinis Pasien Regurgitasi katup mitral (MR) berat akut hampir semuanya asimtomatik pada beberapa kasus dapat di perberat dengan adanya ruptur aparatus, umumnya di tandai dengan sesak nafas dan rasa lemas yang berlebihan ,yang timbul secara titba-tiba. Kadang ruptur aparatus di tandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmalnocturnal dyspnea, dan rasa lelah kadang di temukan pada MR akut. Manifestasi pada MR kronik termasuk symtom, pemeriksaan fisis, perekaman EKG dan perubahan radiologi sanagat tergantung dari derajat dan kausa dari MR dan bagaimana perfora dari atrium dan ventrikel kiri.Pasien dengan MR ringan biasanya asimtomatik. MR berat dapat asimtomatik atau gejala minmal untuk bertahun-tahun. Sesak nafas berat saat beraktifitas, paroxysmalnocturnal dyspnea atau edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi atau ruptur aparatus menurunnya performance ventrikel kiri. 7.5. Penatalaksanaan a. Terapi Medikamentosa 1. Terapi medikamentosapada MR akut Terapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan yang seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan meningkatkan strok volume. Vasodilator arterial seperti sodium nitroprusit merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator ini dapat mengurangi resistensi valvuler,meningkatkan aliran pengeluaran (“forward Flow”) dan bersama dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan dengan berkurangnya volume ventrikel kiri dapat membantu perbaikan kompentensi katup mitral. Sodium nitroprusit diberikan secara inrtravena,sangat bermanfaat karena half life sangat pendek sehingga mudah dititrasi, apabila diberikan dengan pemasanagan Swan-Ganz Catheter.Pemberian sodium nirtroprusit harus dihindari pada pasien MR berat dengan hipotensi. Intra Aortic Ballon Counter Pulstation dapat di pergunakan untuk memperbaiki mean atrial blood pressure di mana diharapkan dapat mengurangi afterload dan meningkatkan forward output (pengeluaran darah dari ventrikel kiri). Pengantian katup mitral baru bisa di pertimbangkan sesudah hemodinamik stabil. 2. Terapi medika mentosa pada MR kronik Prevensi terhadap endokarditis infektif pada MR sangat penting. Pasien usia muda dengan MR karena penyaktit jantung reumatik harus mendapat profilaksis terhadap demam reumatik. Untuk pasien dengan AF digoksin dan atau beta blocker untuk kontrol frekuesi detak jantung. Antikoagulan oral harus di berikan pada pasien dengan AF.Beta blocker merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP,dimana sering ditemukan keluhan berdebar dan nyeri dada.Diuretika sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung dan untuk kontrol keluhan sesak napas. ACE inhitor di laporkan bermanfaat pada MR dengan disfungsi ventrikel kiri memperbaiki survival dan memperbaiki symptom. Juga MR fungsional sangat bermanfaat dengan ACE inhibitor ini. 3. Terapi Dengan Operasi Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian katup mitral (“mitral valve replacement”). Adanya beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung dari morfologi lesi dan etiologi MR, dapat berupa valvular repair misalnya pada MVP,annuloplasty, memperpendek aparatus dan sebagainya. Penggantian katup mitral dipastikan apabila dengan rekonstruksi tidak mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk mengganti katup, maka pilihannya adalah apakah menggunakan katup mekanikal dimana ketahanan dari katup mekanikal ini sudah terjamin,namun terdapat risiko tromboemboli dan harus minum antikoagulan seumur hidup atau katup bioprotese (“biologic valave”) dimana umur valve sulit di prediksi, namun tidak perlu pakai antikoagulan lama. 7.6. Prognosis Prognosis regurgitasi katup mitral dapat dikatakan baik bilamana dilakukan penggantian katup sebelum terjadi disfungsi ventrikel kiri sebab disfungsi ventrikel kiri biasanya irreversibel, walau katupnya sudah di ganti sebagai pegangan. 8. Stenosis Katup Mitral Stenosis mitral adalah suatu penyempitan jalan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri sehingga menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. 8.1. Etiologi Penyebab tersering adalah demam reumatik. Penyebab agak jarang antara lain: mitral stenosis congenital, lupus eritematosus sistemik (SLE), artritis rheumatoid (RA), atrial myxoma, dan endokarditis bacterial. Selain itu, virus seperti coxsackie diduga memegang peranan pada timbulnya penyakit jantung kronis. Gejala dapat dimulai dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat dicetuskan oleh kehamilan dan stress lainnya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada jantung, paru-paru, etc) atau gangguan jantung yang lain. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan dan biasanya bayi dengan kelainan ini jarang dapat bertahan hidup selama 2 tahun, kecuali sudah dilakukan pembedahan.Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ktika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral. 8.2. Patofisiologi Luas normal area katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah itu berkurang hingga 2cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1cm2.Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah.Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel.Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untu mengosongkan diri secara normal.Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru.Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonais yang meninggi.Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru.Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan diikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup tricuspid. Katup ini akan mengalami insufiensi. Kalau katup kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. 8.3. Morfologi a. Satu commissure • Tidak ada ekstensi untuk katup • Perpanjangan satu katup • Ekstensi untuk kedua selebaran - kelangsungan proses dikomisura (tapal kuda) b. Kedua commissura tidak ada ekstensi untuk katup • Perpanjangan satu selebaran – anteriorbelakang c. Ekstensi untuk kedua selebaran • Kontinuitas proses di komisura - tapal kuda • Kontinuitas proses di kedua commissures – cincin d. Leaflet - tanpa keterlibatan commissural e. Aparatus - tanpa keterlibatan commissural 8.4. Manifestasi Klinis Jika stenosisnya berat, tekanan darah didalam atrium kiri dan tekanan darah didalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun didalam paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita hamil dengan stenosis katup mitral yang berat, maka gagal jantung akan berkembang dengan cepat, yang menyebabkan penderita akan merasa lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-kelamaan sesak juga dirasakan pada saat keadaan istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa beantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan pada pipi menunjukan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena pulmonal dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.Pembesaran atrium dapat menyebabkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur. Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengan murmur jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri. 8.5. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya ringan saja.Rujukan kerumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan gejala yang berat.Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral.Hanya saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung. Obat-obat seperti beta-blocker (acebutolo, metoprolol, propanolol, metoprolol suksinat, atenolol, bisoprolol), digoxin, amidarone, diltiazem, heparin, dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilsi atrium. Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung. Diuretik (furosemid) dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katup diregangkan.Kateter yang ujungnya dipasang balon, dimasukan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup jantung, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan, kepada penderita diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi katup jantung. 8.6. Prognosis Prognosisnya bervariasi dari satu periode ke periode lain.Stenosis mitral biasanya mengikuti kursus progresif lambat dengan infeksi bronkial, memburuknya dyspnoea dan tanda-tanda dan gejala fibrilasi atrium.Tanpa pengobatan, hasil akhir dari stenosis mitral adalah gagal jantung yang memiliki prognosis yang sangat buruk. Namun, stenosis mitral dapat diobati dengan cara bedah, termasuk penggantian katup. 9. Regurtasi Katup Aorta (Inkompetensia Aorta, Insuffisensi Aorta, Aortic Regurgitation/ AR) Regurgitasi katup Aorta (Inkompetensia Aorta, insuffisensi Aaorta, Aortic Regurgitation) adalah kebocoran pada katup aorta yang terjadi setiap kali vertrikel mengalami relaksasi. 9.1. Etiologi Terdapat dua penyebab utama dari AR, yaitu: a. Abnormalitas pada katup aorta Terdiri atas abnormalitas congenital, endokarditis, dan penyakit reumatik.Penyakit reumatik dapat menyebabkan penebalan, deformitas, dan pemendekan katup aorta, sehingga menyebabkan stenosis maupun insufisensi aorta.Selain itu, kelainan kongenital yang menunjukkan adanya fenestrasi dari katup aorta juga dapat menimbulkan AR yang ringan.Prolaps katup aorta dapat menyebabkan AR kronik yang progresif, dan biasanya terdapat pada VSD atau degenerasi myxomatosa. Endokarditis infektif menimbulkan deformasi katup, perforasi, atau erosi katup.Penyakit sifilis dapat menyebabkan jaringan parut pada katup dan terdapat retraksi.Ankylosin Spondilitis dapat menyebabkan AR karena mempengaruhi dinding aorta. b. Dilatasi aorta Terdiri atas aneurisma aorta akibat inflansi atau sindrom Marfan, diseksi aorta, ekstasia annuloartikus, dan sifilis.Dilatasi aorta dapat menyebabkan AR, yang menyebabkan pelebaran annulus aortikus dan pemisahan katup aorta. Beberap keadaan yang dapat menyebabkan dilatasi aorta yaitu degenerasi kistik medial pada aorta asendens, dilatasi aorta idiopatik, ektasia annuloaortikus,osteogenesis imperfect, hepertensi berat. 9.2. Patofisiologi Regurgitasi aorta terjadi setiap fase sistolik, sehingga jumlah darah yang harus dipompa ventrikel kiri menjadi bertambah, karena ventrikel kiri juga menanggung beban yang regurgitasi.Akibat dari bertambahnya volume darah ini, terjadi kompensasi hemodinamika oleh tubuh berdasarkan hukum Frank Starling.Beratnya AR ini bergantung pada tiga hal, yaitu ukuran dari lubang katup aorta selama fase diastolik, dan durasi dari diastolik. 9.3. Morfologi Terjadi prolaps ke dalam ventrikel kiri akibat terdapat atau munculnya vegetasi sebagai massa yang melekat pada daun katup. 9.4. Manisfestasi Klinis Regurtasi katup aorta yang ringan tidak menimbulkan gejala selain murmur jantung yang khas (setiap kali ventrikel kiri mengalami relaksasi), yang dapat didengar melalui stetoskop.Pada regurtasi yang berat, ventrikel kiri mengalirkan sejumlah besar darah, yang menyebabkan pembesaran ventrikel dan akhirnya menjadi gagal jantung.Gagal jantung menyebabkan sesak nafas sewaktu melakukan aktifitas atau sewaktu berbaring telentang, terutama pada malam hari.Duduk tegak memungkinkan dialirkannya cairan dari paru-paru bagian atas sehingga pernafasan kembali normal.Penderita juga mungkin mengalami palpitasi (jantung berdebar) yang disebabkn oleh kontraksi yang kuat dari ventrikel yang membesar.Bisa terjadi nyeri dada, terutama pada malam hari. Tanda dan gejala dari AR kronik biasanya tidak terlihat akibat adanya kompensasi yang dilakukan.Namun, beberapa gejala yang sering ditemukan yaitu dyspnea pada aktivitas fisik, kelelahan, penurunan toleransi aktifitas fisik, sensasi yang tidak nyaman karena palpilasi. 9.5. Penatalaksanaan Penanganan yang dapat dilakukan pada pasien AR yaitu : • AR kronik asimptomatik, dilakukan pemeriksaan periodic terhadap fungsi ventrikel kiri biasanya dilakukan dengan ekokardiografi • Antibotik profikalis untuk menghindari endokarditis • Vasodilator yang dapat mengurangi afterload pada AR asimptomatik yang berat dan untuk mempertahankan fungsi ventrikel kiri; vasodilator yang dapat diberikan yaitu CCB dan ACE-I • Penangan bedah, biasanya diindikasikan untuk AR berat, baik sistomatik maupun asimtomatik, dan memiliki fungsi ventrikel kiri yang menurun. Pembedahan ini bertujuan untuk menhindari penurunan fungsi yang progresif. Pembedahan dilakukan untuk mengurangi regurgitasi dengan cara mengganti katup aorta menjadi katup prostetik atau biosintesis, memotong aneurisma yang membuat dilatasi aorta dan menggantinya dengan pembuluh buatan. Untuk mencegah infeksi pada katup jantung yang rusak, setiap sebelum menjalani tindakan gigi atau pembedahan, kepada penderita diberikan antibiotik.Tindakan tersebut juga dilakukan pada regurgitasi katup aorta yang ringan.Jika timbul gejala gagal jantung, harus dilakukan pembedahan sebelum ventrikel kiri mengalami kerusakan yang menetap. Sebelum pembedahan dilakukan, gagal jantung diobati dengan digoksin dan penghambat ACE, atau obat lain yang melebarkan pembuluh darah dan mengurangi kerja jantung. 9.6. Prognosis Regurgitas aorta yang bertahan bertahun-tahun akan menyebabkan gagal jantung kongestif yang dapat menimbulkan kematian. Namun, kebanyakan pasien membaik setelah operasi penggantian katup.Rata-rata mortalitas untuk pembedahan dengan penggantian katup adalah 4-10%, tergantung pada pengalaman dan keahlian operator. 10. Stenosis Katup Aorta Stenosis katup aorta merupakan penyempitan lumen katup di antara vertikel kiri dan aorta. 10.1. Etiologi Etiologi stenosis katup aorta adalah kalsifikasi senilis, variasi kongenital, dan penyakit jantung rematik. Di negara maju, etiologi terutama oleh kalsifikasi-degeneratif dan seiring dengan prevalensi penyakit jantung koroner dengan faktor risiko yang sama, sedang di negara kurang maju didominasi oleh penyakit jantung reumatik. 10.2. Patofisiologi Pengerasan dan penyempitan katup aorta akan menyumbat aliran darah dari ventrikel kiri ketika sistol. Oleh karena itu, ventrikel kiri harus memompa darah lebih kuat, akibatnya timbul hipertrofi pada ventrikel tersebut.Makin lama, ventrikel yang membesar ini tidak mampu memompa darah ke aorta lewat katupnya yang sempit dan mengakibatkan berkurangnya curah jantung.Di atrium kiri, tekanan juga meningkat karena tidak dapat mengosongkan biliknya dengan efektif, akibatnya tekanan pulmonal meningkat dan timbul kongesti pulmonal. Hipertrofi ventrikel kiri akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen oleh miokardium, tetapi arteri koronaria mengalami kompresi. Kompresi ini menganggu suplai darah ke miokardium dan menimbulkan iskemia dan angina pad miokardium.Gejalanya baru dapat dirasakan pada umur sekitar 40-50 tahun karena ventrikel mampu mengadakan kompensasi. Gambar 1. Patofisiologi stenosis aorta 10.3. Morfologi Massa noduler subendotel yang kaku dan mengalami kalsifikasi pada permukaan aliran keluar katup aorta menyebabkan penebalan dan imobilitas daun katup, sehingga menghalangi aliran keluar aorta. Dengan demikian akibat stenosis aorta, ventrikel kiri harus memompa dengan lebih kuat untuk mendorong darah melewati lumen yang sempit. Hal ini menyebabkan hipertrofi ventrikular dan pada akhirnya menurunkan daya regang jantung. 10.4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis stenosis aorta, meliputi: dispenia ketika melakukan kegiatan, angina pektoralis, dan sinkop ketika melakukan kegiatan. Dyspnea merupakan gejala awal yang paling umum.dan merupakan tanda kegagalan vetrikel kiri di masa mendatang.Angina dapat dijumpai walaupun tanpa adanya penyakit arteri koroner.Sinkop merupakan gejala spesifik pada stenosis aorta dan membantu menyingkirkan gangguan katup lainnya. Pada tahap akhir, gejala-gejala lain dapat timbul, meliputi: kehabisan tenaga, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksismal, edema paru, dan tanda kegagalan jantung kanan (hepatomegali, edema, dan asites). Dalam studi prospektif terlihat bahwa 397 pasien (95% simtomatik), insidensi gejalanya adalah sebagai berikut: 63% dyspnea, 51% angina, 42% sinkop, dan 13% lainnya. 10.5. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan medis yang pasti untuk stenosis aorta selain antibiotik profilaksis dan pembatasan aktivitas fisik.Pada stenosis aorta asimtomatik, ketika timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Pasien asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan Doppler-Ekokardiografi.Trans-valvular-velocity lebih dari 4m/detik dianjurkan untuk menjalani operasi seperti pasien simtomatik.Transvalvular-velocity kurang dari 3m/detik tetap diobservasi saja dan dibuat Doppler-ekokardiografi tiap 6 bulan atau tiap tahun bila tidak ditemukan hal dimuka. Bila transvalvular velocity antara 3-4m/detik dianjurkan Treadmil Exercise Test protocol Bruce dengan pengawasan ketat dilakukan untuk menentukan saat operasi. Bila timbul gejala saat tes, tekanan darah turun saat tes atau kemampuan yang sangat rendah (digambarkan dengan waktuexecise yang sangat pendek), maka pasien dianjurkan untuk operasi katup seperti pada pasien simtomatik. Aktivitas fisik berat dihindarkan pada pasien stenosis aorta ( < 0,5 cm2/m2 walaupun masih asimtomatik). Nitrogliserin diberikan bila ada angina.Diuretik dan digitalis diberikan bila ada tanda gagal jantung. Strain dianjurkan untuk mencegah kalsifikasi daun katup aorta. Operasi dianjurkan bila area katup < 1 cm2 atau 0,6 cm/m2permukaan tubuh, disfungsi ventrikel kiri, dilatasi pasca stenotik aorta walaupun asimtomatik. Stenosis aorta karena kalsifikasi biasanya terjadi pada orang tua yang telah pula mengalami penurunan fungsi ginjal, hati, dan paru.Evaluasi dari organ-organ ini diperlukan sebelum operasi dilakukan. Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan dan dianjurkan untuk beberapa pasien yang tidak mengalami AVR dan perlu perbaikan yang sementara.Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon ini merupakan prosedur yang kurang invasif pada pasien dewasa. 10.6. Prognosis Survival rate 10% tahun pasien pasca operasi ganti katup aorta adalah sekitar 60% dan rata-rata 30% katup artifisial bioprotesis mengalami gangguan setelah 10 tahun dan memerlukan operasi ulang. Katup metal artifisial harus dilindungi dengan antikoagulan untuk mencegah trombus dan embolisasi. Sebanyak 30% pasien ini akan mengalami komplikasi perdarahan ringan-berat akibat dari terapi tersebut. Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan pada pasien anak atau anak muda dengan stenosis aorta kongenital non-kalsifikasi.Pada orang dewasa dengan kalsifikasi, tindakan ini menimbulkan restenosis yang tinggi. 11. Regurgitasi Katup Trikuspidalis Regurgitasi trikuspidalis adalah suatu keadaan kembalinya sebagian darah ke atrium kanan pada saat sistolik. 11.1. Etiologi Regurgitasi katup trikuspidalis murni biasanya disebabkan gagal jantung kiri yang sudah lanjut atau hipertensi pulmonalis berat, sehingga terjadi kemunduran fungsi ventrikel kanan. Penyebab regurgitasi trikuspidalis, meliputi: a. Anatomis Katup Abnormal 1. Penyakit jantung reumatik 2. Bukan reumatik: - Endokarditis infektif - Anomali Ebstein’s - Prolaps katup tricuspid - Kongenital, defek atrio-ventrikular kanan - Karsinoid (dengan hipertensi pulmonal) - Infark miokard, iskemia/rupture muskulus papillaris - Trauma - Kelainan jaringan ikat (sindrom Marfan) - Artritis reumatoid - Radiasi, dengan akibat gagal jantung - Fibrosis endomiokard b. Anomalis katup normal Kenaikan tekanan sistolik ventrikel kanan oleh berbagai sebab (dilatasi anulus). c. Lain-lain 1. Kawat pacu jantung (jarang) 2. Hipertiroidisme 3. Endokarditis Loeffler 4. Aneurismasinus valsava 11.2. Patofisiologi Pada regurgitasi trikuspidalis baik organik maupun sekunder, akan terjadi kenaikan tekanan akhir diastolik pada atrium dan ventrikel kanan. Tekanan atrium kanan akan meningkat mendekati tekanan ventrikel kanan sesuai dengan kenaikan tekanan ventrikel kanan, yaitu sesuai dengan derajat regurgitasi trikuspidalis. Tekanan sistolik arteri pulmonalis dan ventrikel kanan dapat dipakai sebagai petujuk kasar terhadap regurgitasi primer atau sekunder.Bila tekanan kurang dari 40 mmHg, lebih menunjukkan kelainan primer dibandingkan bila tekanan lebih dari 40 mmHg. Curah jantung biasanya sangat menurun, dan saat sistolik tekanan atrium tidak akan menunjukkan x descent tetapi gelombang yang mencolok dari c-v dan y descent yang cepat (pada venous wave). 11.3. Morfologi Pada regurgitasi katup trikuspidalis, ketika ventrikel kanan berkontraksi maka yang terjadi bukan hanya pemompaan darah ke paru-paru, tetapi juga pengaliran kembali sejumlah darah ke atrium kanan. Kebocoran ini akan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam atrium kanan dan menyebabkan hipertrofi atrium kanan. Tekanan yang tinggi ini diteruskan ke dalam vena yang memasuki atrium, sehingga menimbulkan tahanan terhadap aliran darah dari tubuh yang masuk ke jantung. 11.4. Manifestasi Klinis Regurgitasi trikuspidalis tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak memberikan keluhan dan dapat ditoleransi dengan baik.Oleh karena lebih sering bersamaan dengan stenosis mitral, maka gejala stenosis mitral lebih dominan.Riwayat sesak nafas pada latihan yang progresif, muda lelah dan juga batuk darah. Bila keadaan lebih berat akan timbul keluhan bengkak tungkai, perut membesar, maka kelelahan/fatig dan anoreksia merupakan keluhan yang paling mencolok. Adanya asites dan hepatomegali akan menimbulkan keluhan kurang enak pada perut kanan atas dan timbul pulsasi pada leher akibat pulsasi regurgitasi vena. Pada keadaan ini justru pasien dapat tidur berbaring dengan rata. Pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat badan, kakeksia, sianosis, dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran vena jugularis, gambaran gelombang x dn x1 yang normal akan menghilang, sedangkan y descent akan menjadi nyata, terutama pada inspirasi. Akan terlihat juga impuls ventrikel kanan yang mencolok.Pada saat sistolik juga dapat teraba impuls atrium kanan pada garis sternal kiri bawah.Biasanya pada fase awal dapat teraba pulsasi sistolik pada permukaan hati, namun pada keadaan sirosis kongestif pulsasi menghilang karena hati menjadi tegang dan keras.Selain itu juga terlihat asites dan edema. Pada auskultasi terdengar S3 dari ventrikel kanan yang terdengar lebih keras pada inspirasi, dan bila disertai hipertensi pulmonal suara P2 akan mengeras. Bising pansistolik dengan nada tinggi terdengar paling keras di sela iga 4 garis parasternal kiri dan dapat pula sampai ke subxifoid.Bila regurgitasi ringan, bising sistolik pendek, tetapi bila ventrikel kanan sangat besar bising dapat sampai ke apeks dan sulit dibedakan dengan regurgitasi mitral. Perlu diingat bahwa derajat bising pada regurgitasi trikuspidalis akan meningkat pada inspirasi (Rivero-Carvello’s sign). Adanya kenaikan aliran melalui katup trikuspid dapat menimbulkan bising diastolik pada daerah prasternal kiri. 11.5. Penatalaksanaan a. Konservatif Ditujukan terutama bila terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi jantung berupa istirahat, pemakaian diuretik, angiotensin-converting enzim inhibitor, digoxin, beta-blockers, dan spironolactone. b. Pembedahan Pasien dengan tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak diperlukan suatu tindakan pembedahan.Tetapi pada keadaan tertentu seperti hipertensi pulmonal, konsekuensi hemodinamik jauh lebih jelas sehingga sering memerlukan intervensi bedah, kecuali penyebab hipertensi pulmonal dapat diatasi.Selain itu pula dapat dilakukan tindakan anuloplasti dan pada yang lebih berat dilakukan penggantian katup dengan prostesis. 11.6. Prognosis Mengobati kondisi, tekanan darah tinggi terutama di paru-paru dan pembengkakan pada ruang jantung kanan bawah dapat memperbaiki gangguan ini. Tindakan bedah atau penggantian katup biasanya diikuti dengan perawatan. Namun, orang dengan regurgitasi trikuspid parah yang tidak dapat dikoreksi mungkin memiliki prognosis yang buruk, baik dari kondisi ini atau salah satu yang menyebabkannya. 12. Stenosis Katup Trikuspidalis Stenosis katup trikuspidalis (Tricuspid Stenosis) merupakan penyempitan lubang katup trikuspidalis,yang menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Stenosis katup trikuspidalis menyebabkan atrium kanan membesaer dan ventrikel kanan mengecil.Jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang membawa darah kembali ke jantung meningkat. 12.1. Etiologi Hampir semua kasus disebabkan oleh demam reumatik.Penyebab lainnya adalah tumor di atrium kanan, penyakit jaringan ikat, dan kelainan bawaan. 12.2. Patofisiologi Stenosis katup trikuspidalis akan menghambat aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan selama diastolik. Lesi ini biasanya berkaitan dengan penyakit katup mitralis dan aorta yang terjadi akibat penyakit jantung reumatik berat.Stenosis katup mitralis meningkatkan beban kerja atrium kanan,memaksa pembentukan tekanan yang lebih besar untuk mempertahankan aliran melalui katup yang tersumbat. Kemampuan kompensasi atrium kanan terbatas sehingga atrium akan mengalami dilatasi dengan cepat. Peningkatan volume dan tekanan atrium kanan mengakibatkan penimbunan darah pada vena sistemik dan peningkatan tekanan. 12.3. Morfologi Perubahan anatomik yang paling sering ditemukan sebagaimana stenosis mitral berupa fusi dan pemendekan aparatus tendineae dan fusi pingiran katup,sehingga terjadi bentukan diafragma dengan celah yang terfiksasi.Sebagaimana pada katup mitral, selain stenosis sering terjadi juga regurgitasi. Atrium akan melebar dengan dinding yang tebal. 12.4. Manifestasi klinis Gejala umumnya ringan.Penderita bisa mengalami palpitasi (jantung berdebar) atau pulsasi (denyut nadi yang keras) di leher,dan seluruh badan terasa lelah.Rasa tidak enak pada perut bisa terjadi jika peningkatan tekanan di dalam vena menyebabkan pembesaran hati. Pada pemeriksaan dengan stetoskop, akan terdengar bunyi murmur jantung. Rontgen dada menunjukan pembesaran atrium kanan.Ekokardiogram memberikan gambaran stenosis dan beratnya penyakit.Elektrokardiogram menunjukan perubahan yang menunjukan adanya peregangan pada atrium kanan. 12.5. Penatalaksanan Stenosis katup trikuspidalis jarang memerlukan tindakan pembedahan.Dalam pengobatan stenosis trikuspidalis,perawatan medis dan pengobatan tergantung dari penilaian penyebab yang mendasari patologi katup. Pengobatan konservatif ditujukan untuk mengurangi kongesti sistemik yang merupakan kondisi yang dominan, dalam hal ini dibutuhkan: 1. Gunakan obat aritmia jantung tergantung pada karakterisasi mereka. 2. Turunkan kelebihan volume yang tepat pada atrium dengan diuresis dan diet garam membantu mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi hati. Pemberian obat bertujuan untuk mengurangi kematian dan mencegah komplikasi.Berikut jenis obat yang dapat digunakan untuk stenosis katup trikuspidalis: 1. Senyawa antiaritmia,mengubah mekanisme elektropsikologi yang menyebabkan aritmia. Obat yang sering digunakan adalah digoxin. 2. Antikoagulan,digunakan untuk profilaksis dan pengobatan trombosis vena,emboli paru, dan gangguan tromboemboli. Obat yang sering digunakan adalah warfarin. Selain itu, pemakaian antibiotik juga penting pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya endokarditis infektif. 13. Stenosis Katup Pulmoner Stenosis katup pulmoner (pulmonic stenosis) adalah penyempitan lubang katup pulmoner,yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. 13.1. Etiologi Stenosis pulmoner seringkali disebabkan oleh adanya gangguan pembentukan selama perkembangan janin yang penyebabnya tidak diketahui.Penyempitan bisa terjadi pada katup pilmoner dibawah katup pulmoner (pada arteri pulmonalis). 13.2. Patofisiologi Stenosis pulmonalis biasanya merupakan kelainan kongenital dan bukan akibat penyakit reumatik jantung.Stenosis katup pulmonalis meningkatkan beban kerja ventrikel kanan sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan.Gejala-gejala baru timbul bila terjadi kegagalan ventrikel kanan yang menimbulkan pelebaran vena sistemik dan segala sekuele klinisnya. Insufisiensi pulmonalis fungsional dapat terjadi sebagai sekuele disfungsi katup sebelah kiri dengan hipertensi pulmonalis kronis dan dilatasi orifisium katup pulmonalis.Namun lesi ini jarang terjadi. 13.3. Morfologi Daun katup pulmonari dapat menyatu danatau menebal, dengan penyisipan anomalus ke dinding proksimal arteri pulmonalis utama. Bukaan katup mungkin eksentrik ketika leaflet katup menebal. Terkadang selebaran yang bergerak, dengan variabel anulus kecil. Kanan dan kiri arteri paru umumnya melebar karena efek jet poststetonic. Hipertrofi Ventrikel Kanan sebanding dengan derajat stenosis. Obstruksi infundibular dinamis mungkin akibat hipertrofi otot dari band moderator: ini biasanya dilihat dalam hubungan dengan membran defek septum ventrikel yang secara spontan mengalami penutupan, meninggalkan ventrikel kanan yang obstruksi sehingga aliran keluar. 13.4. Manifestasi Klinis Jika terjadi penyumbatan yang lebih berat, maka darah yang mengalir ke paru-paru sangat sedikit. Tekanan di ventrikel dan atrium kanan meningkat, sehingga mendorong darah yang kekurangan oksigen (yang berwarna biru) menembus ke dinding diantara atrium kiri dan kanan, lalu masuk ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke dalam aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh.Akibatnya bayi tampak biru (keadaan ini disebut sianosis), berat badan tidak bertambah dan anak gagal berkembang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan stetoskop akan terdengar murmur (bunyi jantung abnormal yang terjadi karena darah menyembur melewati saluran yang sempit). 13.5. Penatalaksanan Jika penyakitnya sedang sampai berat, katup bisa dibuka dengan cara memasukan sebuah selang plastik yang pada ujungnya terpasang balon melalui sebuah vena (pembuluh balik) di tungkai. Jika terjadi sianosis, maka sebelum dilakukan pembedahan diberikan obat prostaglandin (misalnya alprostadil) agar duktus arteriosus tetap terbuka.Pembedahan yang dilakukan bisa berupa membuat hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis atau membuka katup pulmoner maupun keduanya. Pembedahan ini memungkinkan darah untuk tidak melewati katup yang menyempit dan mengalir ke dalam paru-paru agar kaya akan oksigen. Pembedahan biasanya dilakukan pada usia pra-sekolah. Jika terdapat kelainan bentuk katup, maka dilakukan pembedahan untuk kembali membentuk katup pulmoner. 13.6. Prognosis Prognosis di pengaruhi oleh tingkat keparahan stenosis pulmonal. Orang dewasa dengan stenosis katup pulmonel ringan tanpa gejala,kelangsungan hidup pasien tersebut sangat baik,dengan 94% masih hidup 20 tahun setelah diagnosis. 14. Penyakit Jantung Karsinoid 14.1. Etiologi Manifestasi jantung lebih disebabkan oleh efek paraneoplastik zat vasoaktif seperti5-ydroxytryptamine (5-HT atau serotonin), histamin, tachykinins, dan prostaglandin yang dilepaskanoleh sel-sel ganas dibandingkan dengan metastase langsung ke jantung. Biasanya,produk tumor vasoaktif dinonaktifkan oleh hati, paru-paru, dan otak, namun keberadaanmetastase hati memungkinkan sejumlah besar zat ini mencapai sisi kananjantung tanpa dinonaktifkan oleh hati. 14.2. Patofisiologi Karakteristik patologis yang ditemukan yaitu adanya plak endokardium pada jaringan fibrous mungkinmelibatkan katup trikuspid, katup pulmonal, ruang jantung, vena cava, arteri paru-paru,dan sinus koroner. Reaksi fibrous mungkin melibatkan tidak hanya daun katup, tetapi jugaaparat subvalvar termasuk aparatus tendinous dan otot papiler dari katup trikuspid,dan lebih jarang katup mitral pada kasus dengan keterlibatan sisi kiri. Plak pada jaringan fibrousmengakibatkan katup mengalami stenosis, regurgitasi, atau keduanya. Meskipun penyebab pasti pembentukan plak tidak sepenuhnya jelas, pemberian serotonin dan bradikinin dapat digunakan. 14.3. Morfologi dan Histologi Plak karsinoid, terdiri dari sel-sel otot polos, myofibroblasts, dan jaringan elastis, membentuk lapisan berserat putih melapisi permukaan endokardium jaringan katup jantung normal. Hal inilah yang mendasari terjadinya perubahan morfologi katup.Plak berkembang pada endokardium ventrikel kanan, atrium kanan, daun katup, dan aparatus subvalvular, termasuk aparatus dan musculus papillari. Endapan plak ditemukan di vena cava, arteri pulmonal, sinus koronaria, dan arteri koronaria. Plak katup trikuspid memiliki pengaruh yang lebih besar untuk menyebabkan rongga pada daun katup, menyebabkan perlekatan terhadap mural endocardium dan menyebabkan regurgitasi volume darah. Jaringan fibrous pada anulus katup menyebabkan konstriksi, sehingga lama-kelamaan mengakibatkan stenosis valvular.Pada katup pulmonal, sebagian besar lesi adalah stenosis karena plak berkembang pada akar pulmonal, menyebabkan penyempitan akar dan semakin mempersempit lubang yang memang kecil. 14.4. Manifestasi Klinis Gejala karsinoid biasanyaterjadi antara dekade kelima dan ketujuh kehidupan denganusia rata-rata 55-60 tahun.Periode waktu antara timbulnya gejala penyakit dan diagnosis penyakit jantung karsinoid biasanya sekitar 24-28 bulan, tetapi mungkin juga selama limatahun Gejala gejala yang timbul pada sindrom karsinoid yaitu flusshing, diarhoea, danbronkospasme. Pasien karsinoid dengan gejala kemerahan memiliki kemungkinan 50% keterlibatan jantung (penyakit jantung karsinoid). Pada pasien penyakit jantung karsinoid, pemeriksaan fisik biasanya terjadi murmur sistolik sepanjang tepi kiri sternum, suara ini disebabkan oleh regurgitasi trikuspid, hal ini juga dapat timbul bersamaan dengan murmur akibat stenosis pulmonal atau regurgitasi. Pellagra dengan dermatitis mungkin juga dapat terlihat.Sebagian besar pasien penyakit jantungkarsinoid mengalami tanda-tanda gagal jantung kanan sekunder akibat disfungsi parahkatup trikuspid dan pulmonal. Selain itu, pasien dengan penyakit jantung karsinoidmungkin memiliki tekanan darah labil baik hipotensi atau hipertensi, tergantung pada jumlah relatif bahan vasoaktif tiap individu dalamsirkulasi. Serotonin misalnya, dapat menyebabkan takikardiadan krisis hipertensi refrakter terhadap pengobatan konvensional. 14.5. Penatalaksanaan Prinsip-prinsip manajemen pasien denganpenyakit jantung karsinoid dapat dibagi menjadi pengobatangagal jantung kanan, farmakoterapi untuk mengurangi sekresiproduk tumor, dan pengobatan bedah/intervensi darivalvar patologi. a. Manajemen gagal jantung Langkah-langkah umum untuk pengobatan gagal jantung meliputi pembatasangaram dan air, danpemantauan keseimbangan cairan. Gagal jantung kanan dapat diobati dengan kombinasi diuretik dan digoksin. Seringkali,diuretik saja sudah cukup untuk mengatasikehilangan cairan,tetapi jika diperlukan,dapat dilakukan pemberian thiazide diuretik.Pemberian digoxin dapat membantu kontraktilitas ventrikel kanan. b. Farmakoterapi Dapat dilakukan dengan pemberian ocreatin dan interferonalfa. Pengobatan dengan octreotidememiliki efek langsung untuk mengurangi peptida vasoaktif yang merangasangterjadinya sindrom karsinoid serta sekitar 70% pasiensembuh dari gejala diare dan kemerahan,menunjukkan penurunan sekresi kemih 5-HIAA dan konsentrasi serum 5-HT. Sedangkan, penggunaan interferonalphadapat mengontrol sekresi produk tumor yang dapat mengurangi ukuran tumor.Sayangnya, tidak ada data yang menunjukkan bahwa interferon atau octreotide dapat menyebabkanperbaikan dari kerusakan jantung yang disebabkan oleh penyakit karsinoid. c. Pengobatan bedah dan intervensi Pada beberapa pasien, operasi katupadalah satu-satunya pengobatan definitif untuk kegagalan jantung kanan yang berat, sindrom karsinoid dapat menyebabkan cacat morfologi katup sisi kanan. Pasien denganpenyakit jantung karsinoid biasanya meninggal akibat regurgitasi katup trikuspid yang parah daripada karsinomatosis.Oleh karena itu seorang pasien, harus tetap dipertimbangan untuk operasi katup bahkan jika terjadi metastasis,kecuali proses metastatik cenderung mengarah pada kematian. Secara umum, ada bukti yang mendukung peningkatan umur dan kualitas hidup pada pasien yang berhasil diobati dengan operasi. 14.6. Prognosis Penyakit jantung karsinoid memiliki prognosis buruk.Hanya 31% pasien dengan penyakit jantung karsinoid yang mampu bertahan hidup dalam 5 tahun. 15. Komplikasi Katup Buatan Komplikasi katup buatan jarang terjadi, tetapi ketika terjadi, maka dapat menyebabkan disfungsi katup.Komplikasi termasuk kerusakan struktural,regurgitasi paravalvular, ketidakcocokkan katup, trombosis, emboli, endokarditis,dan anemia hemolitik. 15.1. Kerusakan struktural Disfungsi katup dapat disebabkan oleh masalah strukturtermasuk kelelahan katup, sobekan daun katup,fraktur, kalsifikasi, dan gangguan garis jahitan.Masalah-masalah ini biasanya berdampak sebagai stenosis atau regurgitasi katup. Mekanisme utama dari kegagalan adalah deposisikalsium, yang dapat membatasi gerak daun katup. Inimasalah yang disebabkan oleh stenosis katupdan regurgitasi. Degenerasi kalsifikasi terjadi lebih cepat pada pasien di bawah 20 tahun dan pada pasiendengan metabolisme kalsium yang abnormal (yang disebabkanoleh gagal ginjal kronis, hiperparatiroidisme,Penyakit Paget, dan penyebab hiperkalsemia lainnya) .Kehamilan juga meningkatkan omset kalsiumdan dengan demikian mempercepat proses dini kerusakan katup.Selain itu, tingkat kegagalan yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang memiliki katup mitralprostetik.Untuk alasan ini, katup bioprostetik biasanyadigunakan pada pasienlebih dari 65 tahun. 15.2. Kebocoran Paravalvular Regurgitasi Paravalvular jarang terjadi danbiasanya terjadi karena endokarditis. Semakin meningkatkebocoran (diidentifikasi selama pemeriksaan fisikdan Doppler echocardiography) merupakan indikasiuntuk dilakukannya operasi ulang. Kadang-kadang, dilakukan penjahitan atauperbaikan ulang, jika tidak, katup harusdiganti. 15.3. Mismatch Pasien-prostetik (Ketidakcocokkan katup prostetik) Disfungsi katup juga bisa terjadi akibat tidak cocoknya ukuran katup. Ketidakcocokan sering terjadi karena area klep yang relatifkecil untuk ukuran pasien dan biasanya terlihat dipasien yang menjalani penggantian katup aorta akibat stenosis aorta.Pasien dengan ketidakcocokan katup umumnyatidak membaik secara klinis setelah dilakukan implantasi katupdan bahkan mungkin semakin parah.Disfungsi katup Intrinsik harusdiperiksa sebelum pasien didiagnosis mengalami ketidakcocokan katup.Masalah ini dapat dikoreksi dengan menggantikatup dengan yang lebih besar dan memperbesar anulus. 15.4. Trombosis katup Trombosis adalah risiko pada semua pasien yang menggunakan katup prostetik.Trombosis dapat berkembang secara bertahap atau tiba-tiba.Katup mekanis lebih cenderung memicutrombosis daripada katup bioprostetik. Namun, jika terapi antikoagulasimemadai, baik katup mekanikdan katup bioprosthetic memiliki tingkat komplikasi trombotik yang sama, sekitar 0,1% menjadi 5,7% per pasien pertahun.Risiko trombosis juga tergantung padalokasi katup. Risiko trombosis lebih tinggi terjadi untuk pada katup prostetik sisi kanan daripada sisi kiri, yaitu sekitar 5% perpasien pertahun. Pada katup sisi kiri, posisi mitral lebih rentan terhadap terjadinya trombosis dibandingkan posisi aorta. Ketikatrombosis terdeteksi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan terapi antikoagulasi.Pasien yang belum melakukan terapi antikoagulanharus segera diberikan, dan pasien yang tingkatantikoagulasinya subterapeutik harus diberikan dosis yang lebih tinggi. Jika diameter trombus kurang dari 5 mm(diukur dengan echocardiography)dan tidak menghalangi katup, terapi antikoagulasi saja sudah cukup.Operasi atau trombolisis diperlukan jika trombus lebih besar. Operasi penggantian katup untuktrombosis katup berhubungan dengan laju kematian seorangsekitar 9%, tetapi dapatsetinggi 67% dalam situasi darurat.Pada pasien dengan risiko bedah tinggi atau dengansetiap kontraindikasi untuk bedah, trombolitik tetap harus dipertimbangkan. Orang dengan trombolisismemiliki risiko sekitar 70% hingga 80%terkena stroke. Setelah terdeteksi mengalami trombosis katup, jikatrombosis tetap terjadi meskipun sudah diberikan antikoagulasi, maka dapat dipertimbangkan untuk pemberian aspirin. 15.5. Emboli Salah satu komplikasi yang paling ditakuti jika terjadi trombosis adalah emboli serebral atau perifer. Kejadian emboli lebih sering terjadi pada pasien dengan katup mekanik dibandingkan pada mereka yang menggunakan katup bioprosthetic, meskipun menjadi sama jika diberikan terapi antikoagulasi yang memadai. Pada pasien dengan katup mekaniktanpa terapi antitrombotik, risikountuk embolisasi adalah sekitar 4% perpasien pertahun, dengan terapi antiplatelet, risiko menurun menjadi 2,2% per pasien pertahun, dandengan pemberian warfarin, risiko lebih lanjut menurun menjadi 1%per pasien pertahun. Pada pasien dengan bioprosthetickatup, risiko emboli adalah sekitar 0,7% pasien pertahun. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko embolisasi sistemik yaitu termasuk usia lebih dari 70 tahun, fibrilasiatrium, posisi katup mitral, dan, mungkinpenurunan fungsi sistolik. Risikoembolisasi tertinggi terjadi dalam beberapa bulan pertamasetelah penyisipan katup.Untuk emboli perifer, terapi antikoagulasiharus dimulai atau ditingkatkan.Namun, dalam kasus emboli serebral,perdarahan intraserebral dan infark serebral yang luasharus diatasi sebelum terapi antikoagulasidilakukan. 15.6. Endokarditis Endokarditis menyebabkan tingkat kematian tinggi pada pasienkatup prostetik dan harus cepatdidiagnosis dan diobati. Namun, diagnosis biasanya sulit. a. Endokarditis dini Endokarditis katup prostetik awal, yaitu, infeksi berkembangdalam waktu 2 bulan setelah implantasi, memilikiprognosis buruk akibat infeksi yangterjadi kemudian.Endokarditis Awal katup prostetik memiliki tingkat kematian antara 20% sampai 80% . Hal ini biasanya disebabkan oleh kontaminasi kulitdan sering dikaitkan dengan abses cincin, gangguan konduksi, dan kebocoran paravalvular. Organisme penyebab yang paling umumadalah Staphylococcus koagulase-negatif, Staphylococcus aureus, bakteri gramnegatif, diphtheroid, dan jamur. Seorang pasien dengan endocarditis katup prostetik awalmungkin tidak memiliki gejala yang khas. Gejala yang paling umum yaitu demam, diaforesis,sakit punggung dan pemeriksaan fisik terdengar bunyi mur-mur danditemukan tanda-tanda gagal jantung. Temuan perifer,seperti perdarahan, node Osler, atau lesiJaneway, hanya terjadi pada 10% dari pasien.Sekitar 74% pasien mengalami anemia, yang disebabkan oleh operasi yang baru dilakukan. b. Endokarditis lambat Tanda-tanda, gejala,dan prognosis endokarditiskatup prostetik lambat(yaitu, terjadi lebih dari 2 bulansetelah implantasi) yang mirip denganendokarditis katup asli.Kematian terjadi sekitar 46%. Endokarditis lambat katup prostetik biasanyadisebabkan oleh infeksi yang melibatkan mulut, sistem kemih, saluran pencernaan, atau kulit. Organisme penyebabtermasuk Streptococcus, Staphylococcus koagulase-negatif, dan organisme HACEK(Haemophilus parainfluenzae, Haphrophilus,Actinobacillus, Cardiobacterium, Eikenella,danKingella). Hampir 30% pasien dengan endokarditis lambat katup prostetikmengalami embolisasi serebrovaskulardi sampingtanda-tanda endocarditis biasa. Selain itu, anemia hemolitikdan blok jantung juga lebih sering terjadi dibandingkan pada endokarditis biasa. Untuk setiap pasien yang diduga endokarditis,setidaknya harus diambil tiga set kultur darah yang diambil serial selama periode beberapa jam. Kultur ini harus disimpan selama 3 minggu untuk menumbuhkan organisme yang lama berkembang.Selain itu, media kultur khusus mungkindibutuhkan untuk pertumbuhan beberapa organisme seperti Rickettsia, Legionellae, dan mikobakteri. Terapi antibiotik harusdimulai hanya setelah kultur darah telahdiperoleh. Setelah organisme diidentifikasi,terapi antibiotik harus disesuaikan denganorganisme dan harus dilanjutkan setidaknya selama6 minggu. Bedah dengan penggantian katup diperlukan jika kultur darahtetap positif setelah beberapa hari diberikan antibiotik yang tepat atau jika terjadi infeksi berulang setelah 6minggu terapi antibiotik yang tepat.Pembedahan juga diindikasikan jika pasien memilikitanda-tanda gagal jantung refrakter, obstruksi katup,disfungsi katup yang signifikan, embolisasi berulang, abses miokard, infeksi jamur, aneurisma mikotik, atau jika terdeteksi kelainan konduksi. Penundaan operasi berisiko menyebabkan embolisasi lanjut,dan kematian.Sebagian besar kasus endokarditis terkait dengankatup prostetik mekanik memerlukan operasi. 15.7. Anemia hemolitik Anemia hemolitik berat jarang terjadi tetapi mungkinterjadi.Ketika dicurigai anemia hemolitik,dokter harus memeriksa dan mengikuti tingkatdehidrogenase laktat, haptoglobin, bilirubin, dan jumlah retikulosit. Pasien dengan anemia hemolitik harus diberikanbesi dan suplementasi folat, mungkindengan transfusi darah juga. Betablockers juga dapat diberikan untuk menurunkan denyut jantung, yang juga dapat menurunkanjumlah hemolisis. Penggantian katupharus dipertimbangkan ketika anemia hemolitik parahtidak merespon terhadap terapi medis.   PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL Penyakit jantung kongenital dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu malformasi yang menyebabkan pirau (shunt)kiri-ke-kanan, malformasi yang menyebabkan pirau kanan-ke-kiri (penyakit jantung kongenital sianotik) dan malformasi yang menyebabkan obstruksi. 1. Pirau Kiri ke Kanan Pirau kiri-ke-kanan, atau komunikasi abnormal yang memungkinkan darah mengalir dari rongga jantung kiri ke kanan, merupakan tipe tersering malformasi jantung kongenital.Malformasi ini mencakup defek septum atrium (ASD), defek septum ventrikel (VSD), dan duktus arteriosus paten/persisten(PDA).Malformasi ini mungkin asimtomatik saat lahir, atau menimbulkan gagal jantung kongestif fulminan. 1.1. Defek Septum Atrium 1.1.1. Definisi dan perubahan morfologi Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri.Septum tersebut tidak menutup secara sempurna dan membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur. Lubang septum tersebut dapat terjadi di bagian mana saja dari septum namun bagian tersering adalah pada bagian foramen ovale yang disebut dengan ostium sekundum ASD.Kelainan ini terjadi akibat dari reasorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak adekuatnya pertumbuhan dari septum. Kelainan ini dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu : 1. Defek Sinus Venosus Defek ini tertetak di bagian superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan vena cava superior.Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis.Defek sinus Venosus dikenal dengan ASD II. 2. Defek Sekat Sekundum Defek ini terletak di tengah sekat atrium.Defek ini juga terletak pada foramen ovale.Defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II. 3. Defek Sekat Primum Defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, di bagian bawah hanya dibatasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum.Defek sekat primum dikenal dengan ASD I. 1.1.2. Etiologi Sebagian besar cacat jantung kongentinal tidak diwariskan.Namun, penyebab dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan.banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi patogen yang tidak diketahui dalam trimester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Dalam embriologi jantung diketahui bahwa cidera atau zat yang menimbulkan cacat melakukan kerusakan dalam waktu 5-8 minggu pertama kehamilan. 1.1.3. Patogenesis Aliran pirau kiri ke kanan melewati defect septum atrium mengakibatkan kelebihan beban volume pada atrium kanan ventrikel kanan dan sirkulasi pulmonal.Volume pirau dapat dihitung dari curah jantung dan jumlah peningkatan saturasi O2 pada atrium kanan. Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg).Adanya aliran darah ini menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri putmonalis dapat 3.5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.Maka tekanan pada alat-alat tersebut naik, dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 - 25 mmHg.Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal). Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat. 1.1.4. Manifestasi Klinis Kebanyakan bayi tidak memiliki keluhan klinis atau disebut dengan asimptomatik pada ASD. Kelainan ASD umumnya diketahui melalui pemeriksaan rutin dimana didapatkan adanya murmur (kelainan bunyi jantung) Apabila didapatkan adanya gejala atau keluhan, umunya didapatkan adanya sesak saat beraktivitas, dispneu (kesulitan dalam bernafas), mudah lelah, dan infeksi saluran pernapasan yang berulang. Keluhan yang paling sering terjadi pada orang dewasa adalah penurunan stamina dan palpitasi (dada berdebar-debar) akibat dari pembesaran atrium dan ventrikel kanan, diastolik meningkat, dan sistolik rendah. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan. Diagnosis ditegakkan bila denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada, pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal (bisa terdengar murmur), dan ditemukan tanda-tanda gagal jantung. 1.1.5. Penatalaksanaan Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan, defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau kelainan pembuluh darah pulmonal.Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius di kemudian hari.Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD. Penatalaksanaan pada penderita yang sudah dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran dan defek anatomi, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi vaskular paru. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif. Operasi harus segera dilakukan bila, jantungsangat membesar, dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis, kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis, jika ada riwayat iskemik transcient atau stroke pada DSA atau foramen ovale persisten. Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar tebih dari 40 mm, atau tipe DSA selain tipe sekundum.Untuk DSA sekundum dengan ukuran defek lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan kateter menggunakan amplatzer septal occluder.Masih dibutuhkan evaluasi jangka panjang untuk menentukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli. Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak. Intervensi non-bedah pada DSA menunjukan hasil yang baik serta dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34mm. 1.1.6. Prognosis Umur harapan penderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan darah pada ventrikal kanan normal operasi tedak perlu dilakukan. Pada defek sekat atrium primum lebih sering terjadi gagal jantung dan pada ASD II.Gagal jantung pada umumnyabiasa terjadi kurang dari 5 tahun. 1.2. Defek Septum Ventrikel 1.2.1. Pengertian dan Morfologi Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) adalah gangguan atau lubang pada septum atau sekat di antara rongga ventrikel akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel. Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat interventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum ventrikel lebih sering terjadi pada bayi prematur dan pada mereka yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insidensi setinggi 7,06 per 1000 kelahiran prematur hidup. Klasifikasi VSD berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3, yaitu tipe perimembran (60%), tipe subarterial (37%) dan tipe muskuler (3%).Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel. Defek pada regio midportion atau apikal septum ventrikular merupakan defek muskular. Defek diantara krista supraventrikular dan musculus papillaris conus arteriosus dapat diasosiasikan dengan stenosis pulmonal dan tetralogi Fallot. Defek suprakrista (superior terhadap krista supraventrikular) jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan mengenai sinus aorta sehingga menyebabakan insufisiensi aorta. 1.2.2. Etiologi Penyebab penyakit jantung kongenital berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik pada usia lima sampai delapan minggu, saat jantung dan pembuluh besar terbentuk. Gangguan perkembangan ini disebabkan faktor prenatal seperti infeksi ibu selama trimester pertama.Faktor prenatal seperti ibu menderita DM dengan ketergantungan pada insulin serta faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut.Faktor lingkungan seperti radiasi, gizi ibu jelek dan alcohol turut ikut mempengaruhi. 1.2.3. Patofisiologi Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang menuju paru bertambah.Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran). Ukuran defek secara anatomis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri ke kanan (right to left shunt).Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi vaskular dan sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0 data-blogger-escaped-cm2="" data-blogger-escaped-defek="" data-blogger-escaped-dikatakan="" data-blogger-escaped-nonrestriktif="" data-blogger-escaped-pada="" data-blogger-escaped-restriktif.="" data-blogger-escaped-tersebut="">1,0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah sama. Pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi pulmonal dan sistemik. Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebihi normal dan ukuran pirau kiri ke kanan terbatas.Setelah resistensi pulmonal turun pada minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan piraukiri ke kanan.Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas. Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkkan rasio aliran darah pulmonal dan sistemik. Jika pirau kiri ke kanan relatif kecil (rasio aliran darah pulmonal dan sistemik adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah baru normal. Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel kiri, peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dari kiri masuk ke kanan dan ke paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu aliran siklus). Peningkatan tekanan dibagian kanan (normal ventrikel kanan 20 mmHg, ventrikel kiri 120 mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal.Trunkus pulmonalis, atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena aliran pulmonal yang juga besar. Selaiin itu, karena darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang (akan mengativasi sistem Renin-Angiotensin dan retensi garam . 1.2.4. Manifestasi Klinis Pasien dengan ASD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan.Pada kelainan ini, darah dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali di alirkan ke paru-paru.Akibatnya jumlah darah di dalam pembuluh darah paru-paru meningkat dan menyebabkan sesak nafas, takipnue (napas cepat), bayi mengalami kesulitan ketika menyusu, keringat yang berlebihan, berat badan tidak bertambah, gagal jantung kongestif, dan Infeksi saluran pernapasan berulang. Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada besarnya defek/pirau dan aliran dan tekanan arteri pulmonal.Jenis yang paling sering terjadi ialah defek kecil dengan pirau kiri-ke-kanan yang ringan dan tekanan pulmonal yang normal.Pasien dengan defek tersebut umumnya asimtomatis dan lesi kelainan jantung di temukan pada pemeriksaan fisik rutin.Pada pasien dengan VSD kecil, roentgenogram dada umumnya normal walaupun dapat terlihat sedikit kardiomegali dan peningkatan vaskulatur pulmonal.EKG umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertofi ventrikel kiri.Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukan bahwa defek tidak kecil serta ada hipertensi pulmonal atau stenosis pulmonal. Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan hipertensi pulmonal dapat menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan terhambat, berkeringat, infeksi paru rekuren atau gagal jantung pada saat bayi.Pada VSD besar, roentgenogram dada menunjukan adanya kardiomegali dengan penonjolan pada kedua ventrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal.Fdema dan efusi pleura dapat timbul.EKG menunjukan adanya hipertrofi kedua ventrikel. 1.2.5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kelainan vaskular paru permanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel kiri serta mencegah kejadian endokarditis infektif. Defek kecil biasanya disertai dengan thrill pada garis sternal kiri sela iga keempat. Bising bersifat holosistolik, tetapi dapat juga pendek. Pada pasien dengan ukuran VSD kecil, orangtua harus diyakinkan mengenai lesi jantung yang relatif ‘jinak’ (tidak membahayakan), dan anak tetap diperlakukan sebagaimana normal (tidak ada batasan aktifitas).Perbaikan secara bedah tidak mutlak disarankan.Anak harus diberi asupan kalori yang memadai untuk mencapai pertumbuhan dan berat badan yang optimal. 1.2.6. Prognosis Perjalanan penyakit VSD bergantung pada derajat besarnya defek yang terjadi. Sebanyak 30-50% defek ringan dapat menutup spontan pada tahun pertama kehidupan, sisanya menutup sebelum usia 4 tahun. Defek seperti ini biasanya memiliki aneurisma septum ventrikel yang memperkecil ukuran defek/pirau. Kebanyakan anak dengan defek ringan tetap asimtomatis tanpa ada peningkatan ukuran jantung, tekanan atau resistensi arteri pulmonal.Risiko penyakit yang sering terjadi adalah endokarditis infektif pada 2% anak dengan VSD dan jarang terjadi dibawah usia 2tahun. Risikonya tergantung pada ukuran defek. Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup spontan. Anak akan sering menderita infeksi paru hingga gagal jantung kongesifyang menyebabkan gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gagal tumbuh merupakan gejala tunggal.Hipertensi pulmonal terjadi akibat peningkatan aliran darah pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit vaskular pulmonal. Sebagian kecil pasien VSD juga mengalami stenosis pulmonal, yang bermanfaat menjaga sirkulasi pulmonal dari peningkatan aliran (oversirkulasi) dan efek jangka panjang penyakit vaskular pulmonal. Pasien akan menunjukan gejala klinis stenosis pulmonal. Aliran melalui pirau dapat bervariasi, seimbang , bahkan berbalik menjadi pirau kanan-ke-kiri. 1.3. Duktus Arteriosus Paten 1.3.1. Definisi dan Morfologi Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. Bila duktus kecil, resistensi vaskular paru normal.Terdapat gradien tekanan antara aorta dengan arteri pulmonalis sepanjang siklus kardia, dan bertanggung jawab terhadap aliran darah aorta-pulmonal.Aliran tidak besar dan gangguan hemodinamik tidak signifikan. Bila duktus besar tetapi restriktif, aliran pulmonal meningkat, sehingga terjadi beban volume pada ventrikel kiri, tetapi resistensi pulmonal tetap normal. Atrium kiri dan ventrikel kiri akan membesar, tetapi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kanan. Bila duktus tidak restriktif, tekanan aorta akan diteruskan langsung ke trunkus pulmonal, sehingga terjadi hipertensi pulmonal, dengan konsekuensi beban kanan pada ventrikel kanan. 1.3.2. Etiologi Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA.Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distres pernapasan.PDA juga Lebih sering terdapat pada anak yang lahir di daerah pegunungan.Hal ini terjadi karena adanya hipoksia yang menyebabkan duktus gagal menutup.Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada trimester I kehamilan Juga dihubungkan dengan terjadinya PDA walaupun mekanismenya belum diketahui.Diduga infeksi rubella mempunyai pengaruh langsung terhadap jaringan duktus. 1.3.3. Patofisiologi Patofisiologi yang terjadi yaitu pirau dari kiri ke kanan yang berakibat peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis, dilatasi atrium kiri yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen ovale yang teregang/terbuka (stretched foramen ovale). (Bila volume di atrium kiri bertambah, tekanan bertambah, septum inter atrium akan terdorong ke arah atrium kanan, foramen ovale teregang dan terbuka, disebut stretched foramen ovale). Pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utama.Setelah lahir, plasenta tidak ada.Paru-paru merupakan tempat metabolisme prostaglandin. Dengan hilangnya plasenta, ditambah dengan semakin matangnya fungsi paru, maka kadar prostaglandin neonatus akan segera menurun. Maka duktus akan mulai menutup secara fungsional (konstriksi) dimulai dari sisi pulmonal. Penutupan duktus ini dipengaruhi oleh kadar PaO2 ateri, prostagtagladin, thromboksan. Pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena metabolisme/ degradasi prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh fungsi paru yang belum matang, dan sensitivitas terhadap duktus meningkat.Respons duktus terhadap oksigen juga tidak baik. Sementara itu, dengan bertambahnnya umur, tahanan vaskular paru akan menurun, maka pirau kiri ke kanan akan bertambah, sehingga muncullah gejala. Pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan terjadinya perubahan degeneratif dan timbulnya jaringan fibrotik, berubah menjadi Ligamentum arteriosum 1.3.4. Manifestasi Klinis PDA berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. PDA yang besar akan mengakibatkan gagal jantung, mirip dengan yang ditemukan pada bayi dengan VSD besar. Retardasi pertumbuhan fisik merupakan manifestasi utama pada bayi dengan shunt besar. PDA besar akan menyebabkan tanda-tanda fisik mencolok yang disebabkan oleh tekanan nadi yang melebar, dan yang paling terlihat yaitu peningkatan tekanan nadi penfer. Jantung biasanya berukuran normal jika ukuran duktus kecil dan membesar jika ukuran PDA besar.Impuls apikal biasanya menonjol dan seperti bergelombang (heaving). 1. PDA Kecil Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal.Jantung tidak membesar.Kadang teraba getaran bising di sela Iga II kiri tulang dada.Terdapat bising kontinu (continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk duktus arteriosus persisten di daerah subklavia kiri. 2. PDA Sedang Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, sedang menderita infeksi saluran napas, namun biasanya berat badan masih dalam batas normal.Frekuensi napas sedikit lebih cepat dibanding dengan anak normal.Tekanan nadi lebih dari 40 mmHg.Tendapat getaran bising di daerah sela iga I-Il para sternal kiri dan bising kontinu di sela iga Il-Ill garis parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya.Juga sering ditemukan bising middiastolik dini. 3. PDA Besar Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan.Pasien sulit makan dan minum hingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak dyspnea atau takipnea dan banyak berkeringat bila minum.Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau hanya bising sistolik.Bising middiastolik terdengar di apeks karena aliran darah berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif).Bunyi jantung II tunggal dan keras.Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului infeksi saluran napas bagian bawah. 4. PDA Besar dengan Hipertensi Pulmonal Pasien duktus arteriosus besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari 1 tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan. 1.3.5. Penatalaksanaan Pada bayi prematur dengan duktus arteriosus persisten dapat diupayakan terapi farmakologis dengan memberikan indometasin intravena atau per oral dengan dosis 0,2 mg/kg BB dengan selang waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi premature dengan usia kurang dari 1 minggu, yang dapat menutupi duktus pada lebih kurang 70 % kasus, meski sebagian akan membuka kembali. Pada bayi premature yang berusia lebih dari 1 minggu, indometasin memberikan respon yang jauh lebih rendah.Pada bayi cukup bulan terapinya ini tidak efektif. Pada duktus arteriosus persisten dengan pirau kiri kekanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan terapi medika mentosa (yakni digoksin, furosemide) yang bila berhasil akan dapat menunda operasi 3 sampai 6 bulan. Penatalaksanaan konservatif: restriksi cairan dan pemberiaan obat-obatan : furosemide (Lasix) diberikan bersama rektriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskuler, pemberian indometachin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberiaan antibioktik profilaktif untuk mencengah endokrditis bacterial. Indikasi perlu dilakukannya operasi duktus arteriosus ada 3 yaitu jika (1) duktus arteriosus persisten pada bayi tidak memberi respon terhadappengobatan medikamentosa, (2) duktus arteriosuss persisten dengan keluhan atau jika (3) duktus arteriousus persisten dengan endocarditis infektis yang kebal terhadap terapi medikamentosa. 1.3.6. Prognosis dan Komplikasi Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tanpa gejala jantung apapun, namun gejala akhir dapat timbul penutupan duktus secara spontan setelah masa bayi sangat jarang.Gagal jantung paling sering terjadi pada awal masa bayi saat ukuran duktus besar.Emboli paru atau sistemik juga dapat terjadi.Komplikasi yang jarang meliputi dilatasi aneurismal dari arteri pulmonalis atau duktus, kalsifikasi duktus, trombosis noninfektif duktus dengan embolisasi, dan emboli paradoksikal hipertensi pulmonal (sindrom eisenmenger) bisa timbul pada pasien PDA besar yang tidak dioprasi. 2. Pirau kanan ke kiri Hubungan kanan ke kiri/"right to left shunts" (penyakit jantung kongenital sianotik) menye¬babkan sianosis dari permulaan karena darah dengan sedikit oksigen masuk dalam sirkulasi sistemik. Emboli dari vena dapat langsung masuk dalam sirkulasi sistemik (emboli paradoksal). Anomali utama dalam kelompok ini adalah Tetralogi Fallot, transposisi pembuluh darah besar, dan trunkus arteriosus. 2.1. Tetralogi Fallot (TF) 2.1.1 Definisi dan Morfologi Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel , stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. (buku ajar kardiologi anak, 2002) Secara anatomis malformasi terdiri dari stenosis katup pulmonal (umumnya stenosis subinfundibular), defek septum ventrikel, deviasi katup aorta ke kanan sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta (overriding aorta), hipertrofi ventrikel kanan.Defek septum ventrikel, defek biasanya tunggal, besar dan bersifat non restriktif, 80% bersifat perimembran.Stenosis pulmonal, pada sebagian besar kasus stenosis subinfundibular, katup biasanya abnormal, walaupun biasanya bukan sebagai penyebab utama obstruksi.Dapat juga terjadi atresia dari infundibulum atau katup, serta hipoplasia dari arteri pulmonal.Aorta overriding, derajat override aorta terhadap ventrikel kanan bervariasi dan 5 - 95%.Oleh karena itu Tetralogi Fallot bisa sebagai double outlet ventnkel kanan bila lebih dari 50 % muara aorta berada di ventrikel kanan.Hal ini penting saat tindakan koreksi di mana diperlukan penutup yang lebih besar.Lesi yang menyertai, penting diketahui karena mempunyai nilai pada saat tindakan koreksi bedah.Dapat berupa DSA, DSV tipe muskular, defek septum atrioventrikularanomali arteri koroner. 2.1.2. Etiologi Pada sebagian kasus , penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti, akan tetapi di duga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor – faktor tersebut antara lain : 1. Faktor endogen • Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom • Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan • Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus , hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan. 2. Faktor eksogen Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide,dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu), selama hamil, ibu menderita rubella (campak jerman) atau inveksi lainnya, pajanan terhadap sinar-X, gizi yang buruk selama hamil, ibu yang alkoholik, usia ibu diatas 40 tahun Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multi faktor.Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan kehamilan, pembentukan jantung janin sudah selesai. 2.1.3. Manifestasi klinik Gejala yang ditemukan bisa berupa sianosis terutama pada bibir dan kuku, bayi mengalami kesulitan untuk menyusu, setelah melakukan aktivitas anak selalu jongkok (squating) untuk mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest, jari tangan clubbing (seperti tabung genderang karena kulit atau tulang di sekitaran kuku jari tangan membesar), pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat, sesak nafas jika melakukan aktivitas dan kadang di sertai kejang atau pingsan, berat badan bayi tidak bertambah dan pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri tulang dada tengah sampai bawah. Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue spell” terjadi ketika kebutuhan oksigen otak melebihi suplaynya. Episode biasanya terjadi bila anak melakukan aktivitas ( misalnya menangis, setelah makan atau mengedan). 2.1.4. Patofisiologi Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18 usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna.Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa kehamilan terdapat faktor-faktor risiko. Kesalahan dalam pembagian truktus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan,yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibuler atau valvuler, dekstro posisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah anterior mengarah keseptum. Klasifikasi overriding menurut kjellberg: (1) tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah kebelakang ventrikel kiri, (2) pada overriding 25% sumbu aorta asenden kearah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan, (3) pada overriding 50% sumbu aorta mengarah keseptum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan, (4) pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah kedepan ventrikel kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan dan kiri. Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka: • Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi. • Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan keparu-paru jauh lebih sedikit dari normal. • Darah dari ventrikel kiri mengalir keventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta , akan tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri. • Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan). Pengendalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut kedalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan keseluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis. (ilmu kesehatan anak,2001) Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis mengalami kesulitan bernafas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera , misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan posisi lutut di dada. 2.1.5. Gambaran Klinis Perubahan fisiologis yang terjadi tergantung dua variabel, derajat obstruksi pulmonal, dan resistensi vaskular sistemik. Sebagian besar pasien dengan TF akan mengalami gangguan pertumbuhan, kadang terjadi sirkulasi kolateral ke paru sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan. Sianosis yang terjadi simetris, akibat pirau dari ventrikel kanan ke kin melalui defek besar yang non-restriktif.Hipertrofi ventnkel kanan biasanya tidak terlalu berat, lain halnya pada hipoplasi arteri pulmonal, sehingga tidak sampai terjadi obliterasi rongga ventrikel kanan.Sehingga masih dimungkinkan tindakan reparasi Bila obstruksi pulmonal tidak terlalu berat maka derajat sianosispun ringan, dikenal sebagai acyanolic Fallot atau pink tetralogy, dan kadang-kadang ditemui pada dewasa muda. Hypoxic spells, merupakan hal penting berupa paroksismal hiperpnea, hipoksia, anoksia, biru atau serangan sinkop. Riwayat jongkok pada keadaan tertentu, akan menurunkan aliran darah balik yang kurang kandungan oksigennya, meningkatkan resistensi sistemik sehingga aliran darah ke paru akin besar, saturasi oksigen akan meningkat. Adanya gelombang pada dinding dada pada bagian bawah sternum akibat gerakan hiperdinamik ventrikel kanan yang mengalami hipertrofi.Suara jantung I normal, bising sistolik akibat aliran darah melalui daerah stenosis bukan melalui defek septum, terdengar di sela iga II, III garis sternal kiri. Bunyi jantung II keras dan tunggal bukan karena komponen pulmonal tetapi aorta yang biasanya melebar, pada keadaan ini dapat terdengar bising ejeksi sistolik. Dapat terdengar bising kontinyu yang berasal dari kolateral aortopulmonal, merupakan tanda penting dari atresia pulmonal. Elektrokardiogram, menunjukkan gelombang P tajam dengan amplitudo yang normal, dapat disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan. Foto Rontgen toraks menunjukkan ukuran jantung bisa normal, paru oligemik, aorta asenden prominen, segmen pulmonal cekung, apek terangkat keatas memberikan gambaran seperti sepatu bot. 2.1.6. Penatalaksanaan Malformasi yang terjadi pada kelainan ini meliputi stenosis katup pulmonal, defek septum ventrikel, deviasi katup aorta ke kanan sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan.Operasi reparasi biasanya dilakukan pada masa anak-anak namun, dapat pula ditemukan TF pada dewasa tanpa tindakan operatif sebelumnya. Bila ditemukan pada dewasa, operasi masih dianjurkan karena hasilnya bila dibandikan dengan operasi pada masa anak-anak sama baiknya. Bentuk operasi adalah penutupan DSV dan menghilangkan obstruksi pulmonal.Upaya menghilangkan obstruksi ini dapat melalui valvulotomi pulmonal, reseksi otot infundibulum pada muara pulmonal, implanttasi katup pulmonal baik homograft atau bioprotese katup babi, atau operasi pintas ekstra kardiak antara ventrikel kanac dan arteri pulmonalis dan dapat pula dilakukan angioplasti pada arteri pulmonalis sentral. Sedangkan terapi medikamentosa, mencakup pemakaian antibiotika untuk mencegah endokarditis, penghambat beta untuk menurunkan frekuensi denyut jantung sehingga dapat menghindari spell, dan bila diperlukan dapat dilakukan flebotomi. 2.1.7. Prognosis Studi jangka pendek dan jangka panjang tidak lanjung dalam tetralogi fallot mengungkapkan hasil yang sangat baik. Pasien lahir 30 tahun yang lalu dengan tetralogy of fallot memiliki 85% tingkat jangka panjang kelangsungan hidup dan dengan tidak adanya residuae serius dapat menjalani kehidupan normal. 2.2. Transposisi Arteri Besar Transposisi arteri besar merupakan penyakit jantung sianotik terbanyak yang terjadi pada neonates. Tanda khasnya ditandai dengan kelainan pada arteri dan ventrikel dimana terjadi perubahan bunyi aorta dari ventrikel kanan dan perubahan bunyi arteri pulmonal dari ventrikel kiri. Transposisi arteri besar adalah kelainan letak dari aorta dan arteri pulmonalis. Transposisi arteri besar adalah penyebab tersering penyakit jantung kongenital sianotik, setelah tetralog Fallot. Karena pemisahan trunkus yang abnormal maka aorta berpangkal di ventrikel kanan dan arteria pulmonalis berpangkal di ventrikel kiri. Dalam bentuknya yang kompit, sirkulasi paru dan sistemik sama sekali terpisah dan tidak terjadi pirau darah. Namun, keadaan ini tidak memungkinkan kehidupan ekstrauterus ; karena itu mereka yang bertahan hidup setelah lahir pasti mengalami salah satu jenis pirau, seperti ASD, VSD, atau PDA sehingga darah beroksigen dapat mencapai aorta. 2.2.1. Patofisiologi dan Patogenesis Transposisi arteri besar disebabkan oleh fungsi peredaran darah pulmonal dan sistemik berjalan secara bersamaan bukan secara seri. Darah dari vena pulmonalis yang kaya akan oksigen kembali ke atrium dan ventrikel kiri kembali ke sirkulasi pulmonal. Sementara itu darah yang kekurangan oksigen juga akan kembali ke atrium dan ventrikel kanan. Hal inilah yang menyebabkan suplai darah ke jaringan berkurang dan overload ventrikel kiri. Persentase darah yang kaya dan kurang akan oksigen yang tidak seimbang dalam waktu yang lama akan berpengaruh pada anatomi dan fungsional organ-organ tubuh. 2.2.2. Etiologi Etiologi untuk transposisi arteri besar ini belum diketahui. 2.2.3. Perubahan Morfologi Kelainan mendasar, berasal dari trunkus pulmonalisdan aorta yang abnormal. Biasanya terdapat hipertrofi ventrikel kanan karena beban tekanan (sistemik) pada rongga jantung ini meningkat. Pada pasien hidup yang dapat melewati masa neonatus, ditemukan berbagai kombinasi ASD, VSD dan PDA. 2.2.4. Manifestasi Klinik Gambaran utama transposisi arteri besar adalah sianosis. Prognosis bergantung pada derajat pirau intrakardiak atau ekstrakardiakserta derajat saturasi oksigen arteri. Harus digunakan infus prostaglandin E2 untuk memulihkan kepatenan duktus arteriosus. Tindakan seperti septostomi balon atrium kadang-kadang digunakan untuk menciptakan pirau yang meningkatkan saturasi oksigenarteri agar pasien dapat bertahan hidup hingga koreksi bedah definitif dapat dilakukan. 2.2.5. Penatalaksanaan Untuk memperbaiki transposisi arteri besar biasanya dilakukan pembedahan.Sebelum pembedahan dilakukan mungkin perlu diberikan prostaglandin agar ductus arteriosus tetap terbuka.Terdapat 2 jenis pembedahan utama yang bisa dilakukan untuk memperbaiki transposisi arteri besar: • Membuat sebuah terowongan diantara atrium. Dengan cara ini darah yang kaya akan oksigen akan masuk ke ventrikel kanan lalu masuk ke aorta, sedangkan darah yang kekurangan oksigen akan mengalir ke ventrikel kiri dan masuk ke dalam arteri pulmonalis. Pembedahan ini disebut atrial switch atau venous switch, atau prosedur Mustard maupun prosedur Senning. • Pembedahan arterial switch. Aorta dan arteri pulmoner dikembalikan keposisi yang normal. Aorta dihubungkan dengan ventrikel kiri dan arteri pulmonalis dihubungkan dengan ventrikel kanan. Arteri koroner yang membawa darah kaya akan oksigen sebagai sumber energi bagi otot jantung, juga kembali disambungkan dengan dengan aorta yang baru. 2.2.6. Prognosis Transposisi arteri besar merupakan penyakit fatal jika tidak diobati. Hasil jangka menengah dari operasi saklar rumit. Namun, kemudian diamati komplikasi stenosis sangat supravalvular paru dan atau aorta. Kerusakan pada miokardium karena compications koroner mempengaruhi expentancy hidup. 3. Lesi Obstruktif Kongenital 3.1. Koarktasio Aorta 3.1.1. Definisi Koarktasio berasal dari bahasa latin coartatio (tarikan atau tekanan). Koarktasio aorta didefinisikan sebagai penyempitan pada lumen aorta dan menyebabkan obstruksi aliran darah. Kelainan ini terjadi karena konstriksi atau penyempitan lumen aorta, terutama di daerah distal arteri subklavia kiri, di dekat insersi dari ligamentum arteiosum. 3.1.2. Etiologi Sejumlah teori dikemukakan sebagai penyebab koarktasio aorta, dalam hal ini termasuk konstriksi postnatal, translokasi jaringan duktus ke aorta, penurunan jumlah aliran darah intrauterine sehingga aliran ke arkus aorta berkurang dan membentuk koarktasio. Etiologi pasti dari koarktasio aorta tidak diketahui. Beberapa faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, diantaranya genetik dan lingkungan: 1. Genetik Koarktasio aorta tujuh kali lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang Asia.Penyakit ini juga lebih sering pada orang dengan kelainan genetic, misalnya Sindrom Turner. Hal ini juga bias disebabkan oleh defek pada katup aorta. 2. Lingkungan Lingkungan dan musim yang bervariasi dianggap mempengaruhi perkembangan penyakit ini.Sebuah studi menunjukan bahwa koarktasio aorta meningkat pada kelahiran di akhir musim gugur dan musim semi. 3.1.3. Patofisiologi Koarktasio aorta menentukan afterload yang signifikan dari ventrikel kiri yang menyebabkan peningkatan tekanan dinding jantung dan hipertrofi ventrikuler kompensatoar. Curah jantung terbentuk secara tiba-tiba yang terjadi mengikuti penutupan duktus arteriosus pada neonates dengan koarktasio berat. Pada bayi-bayi yang mengalami hal ini, congestive heart failure (CHF) dan syok bisa terjadi. Konstriksi yang capat dari duktus arteriosus menghasilkan obstruksi aorta berat secara tiba-tiba.Selama duktus kostriksi, afterload ventrikel kiri meningkat dengan cepat yang menghasilkan peningkatan tekanan ventrikel kiri (sistolik dan diastolik). Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri yang bisa membuka foramen ovale sehingga terjadi left to right shunt dan dilatasi atrium kanan serta ventrikel kanan. Apabila foramen ovale tidak terbuka, tekanan arteri dan vena pulmonalis akan meningkat sehingga terjadi dilatasi ventrikel kanan. Kardiomegali dapat dilihat dari pemerikasaan foto thoraks dan hipertrofi ventrikel kanan dapat dilihat pada EKG dan ekokardiografi. Afterload ventrikel kiri juga meningkat secara bertahap yang menyebabkan terbentuknya pembuluh darah kolateral pada anak-anak dengan koarktasio berat. Pada anak-anak biasanya asimptomatik hingga gejala-gejala hipertensi dan komplikasi lain timbul. Kelainan jantung congenital lain juga berperan terhadap terjadinya koarktasio aorta, misalnya ventricular septal defect (VSD), stenosis aorta yang bisa meningkatkan afterload ventrikel kiri. 3.1.4. Morfologi Koarktasio praduktus, dahulu disebut sebagai koarktasio infantil, ditandai dengan penyempitan apa yang disebut sebagai ismus aorta, yaitu segmen aorta yang terdapat arteri subklavia sinistra dan titik masuk duktus arteriosus. Pada beberapa kasus penyempitan praduktus berbentuk sebagai rigi yang relative tampak jelas ; pada kasus lain keseluruhan arkus aorta mengalami hipoplasia. Duktus arteriosus biasanya paten dan merupakan sumber utama darah yang disalurkan ke aorta distal.Karena sisi kanan jantung digunakan untuk memberi perfusi bagian tubuh yang terletak distal dari letak koarktasio, rongga jantung kanan sering mengalami hipertrofi dan dilatasi; trunkus pulmonalis juga melebar untuk mengakomodasi peningkatan aliran darah. Pada koarktasio pascaduktus (tipe- dewasa) yang lebih sering, aorta mengalami kontriksi oleh rigi jaringan yang terbatas tegas, atau tepat sebelah distal dari duktus arteriosus yang mengalami obliterasi (ligamentum arteriosus).Segmen yang mengalami kontriksi ini teridiri atas otot polos dan serat elastic yang bersambungan dengan tunika media aorta dan dilapisi oleh lapisan intima tebal.Duktus arteriosus tertutup.Proksimal dari koarktasio, arkus aorta dan pembuluh cabangnya mengalami dilatasi dan pada pasien yang lebih tua, sering aterosklerotik.Ventrikel kiri mengalami hipretrofi.Aliran darah kolateral melalui arteria interkostalis, frenikus, dan epigastrika menyelurkan sebagian besar darah ke aorta distal, dan saluran kolateral ini hampir selalu melebar. 3.1.5. Manifestasi Klinis Sangat tergantung pada derajat koarktasio aorta dan adanya kelainan kardiovaskular penyerta. Pada pasien yang tidak diobati, 60% koarktasio aorta berat tanpa penyerta dan 90% yang disertai kelainan jantung penyerta, akan meninggal pada tahun-tahun pertama kehidupan. Walaupun ekspektasi umur rata-rata karktasio aorta adalah 35 tahun, ada yang bertahan hidup hingga sampai umur lanjut.Pasien yang bertahan hidup sampai dewasa tanpa diobati biasanya mempunyai kelainan koarktasio aorta pascaduktal yang ringan, umumnya asimtomatik dalam waktu lama.Sering tidak ditemukan darah tinggi, oleh karena itu diagnosis baru ditegakan sesudah umur dewasa.Pada stenosis yang berat, aorta asendens mengecil, sirkulasi darah mengurang dan akibatnya tekanan darah dianggota badan bagian bawah (kaki) rendah sekali dibanding dengan tekanan dengan tekanan di anggota badan bagian atas. Masalah yang mungkin timbul nantinya dapat berupa dan mungkin sebagai penyebab kematian adalah gagal jantung kiri (28%), perdarahan intracranial (12%), endokarditis bakterialis (18%), rupture atau diseksi aorta (21%), dan penyakit jantung koroner yang lebih awal. Pasien dewasa biasanya hipertensi dan dapat ditemukan bising walaupun pada dewasa sering asimtomatik.Gejala khas akibat tekanan darah tinggi pada bagian atas dapat berupa sakit kepala, perdarahan hidung, melayang, tinitus, tungkai dingin, angina abdomen, kelelahan tungkai pada latihan bahkan perdarahan intracranial.Klaudikasio tungkai dapat menggambarkan koarktasio aorta abdominalis. 3.1.6. Penatalaksanaan Jika mengalami gagal jantung atau syok harus segera diberikan infuse PGE1. Bila hemodinamik pasien telah stabil, perlu dilakukan tindakan definitive berupa penanganan secara operatif atau transkateter. 1. Tindakan operatif Pilihan operasi termasuk reseksi segmen yang menyempit dengan end to end anastomosis, interposisi dengan prosthesis, flap dengan arteri subklavia kiri (left Subclavian artery / LSCA) atau dengan bahan sintetik. Diantara teknik-teknik yang berbeda, end to end anastomosis adalah yang paling sering digunakan terutaama pada neonates dan memiliki angka survival yang panjang. Pada teknik ini dilakukan reseksi terhadap segmen aorta yang menyampit kemudian re-anatomosis langsung.Dapat pula dilakukan interposisi menggunakan prostetik. 2. Transkateter Terapi ini memiliki tingkat keamanan yang baik, dan memiliki tingkat keberhasilan yang tidak jauh berbeda dengan tindakan operatif khususnya dalam hal re-koarktasi.Balon angioplasty menghasilkan luka pada tunika intima dan media yang menebal pada segmen aorta yang menyempit, medilatasi obstruksi.Meskipun demikian, hal ini dapat meluas ke sisi aorta yang sehat, menyebabkan rupture atau terbentuknya aneurisma. Balon angioplasty secara umum tidak dilakukan hingga usia 6-12 bulan pada koarktasio primer kasrena risiko tinggi terjadinya re-koarktasi (57%), pembentukan aneurisma (17%) dan kerusakan arteri femoral (39%). 3. Penempatan Stent Balon yang dilengkapi stent menyokong integritas dinding pembuluh darah selama dilatasi balon dan menghasilkan luka yang lebih terkontrol.Hal ini meminimalkan perluasan luka dan kelanjutan diseksi atau pembentukan aneurisma.Namum, hasil jangka panjang pemasangan stent mengecewakan. Implant stent pada usia muda terbatas karena ukurannya yang kecil dan kurang mengakomodasi pertumbuhan somatic. Karenanya, pemasangan stent merupakan terapi primer koarktasio pada usia remaja dan dewasa. 3.1.7. Prognosis Reparasi segera sesudah diagnosis pada usia muda mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding usia yang lebih lanjut. Sesudah 30-40 tahun mortalitas intra-operatif tinggi akibat adanya proses degenerasi pada dinding aorta. 3.2. Stenosis Katup Pulmonal / Atresia dengan Septum Interventrikel yang Intak 3.2.1. Etiologi (Penyebab) Stenosis pulmonel dapat disebabkan oleh kelainan kongenital maupun didapat. Kelainan didapat di antaranya: • Timbul tersendiri atau berkaitan dengan anomaly lain,misalnya transposisi • Dengan adanya atresia pulmonik komplit, selalu terdapat ventrikel kanan hipoplastik dan ASD dengan darah memasuki paru melalui PDA. • Sebaliknya stenosis pulmonal,biasanya disebabkan oleh fusi daun katup dan bervariasi dari ringan sampai berat. • Hipertrofi ventrikel kanan sering berkembang dengan dilatasiarteri pulmonal pasca stenotik. • Obstruksi aliran pulmonal dapat di bawah katup dan bahkan multiple. • Stenosis ringan biasanya asimtomatik. Stenosis yang lebih berat dan progresif menyebabkan sianosis yang lebih berat dan lebih cepat timbul. 3.2.2. Perubahan Morfologi Katup pulmonal anulus biasanya kecil tapi tidak hipoplasia. Daun katup paru terbentuk dengan baik, tetapi menyatu. Yang utama pada katup pulmonal arteri kecil tapi jarang atresia seperti yang terlihat dengan atresia paru dan defek septum ventrikel.Ductus arteriosus paten biasanya kecil karena membawa darah dari aorta ke arteri pulmonalis di rahim dan bukan sebaliknya seperti normal, karena itu perjalanan darah melaluiductus arteriosus paten dalam rahim. Ventrikel kananterdiridaribeberapa jenis: • Tipe I: tripartit • Tipe II: bipartit(tubuhatresia) • Tipe III: unipartite(tubuhatresiadanfundibulum). Katup trikuspidmungkincacat danpulmonalis. 3.2.3. Patofisiologi dan pathogenesis Stenosis pulmonal dengan septum ventrikel intak bisa disebabkann oleh stenosis valvular, infundibular atau keduanya. Obstruksi infundibular atau jalan keluar ventrikel kanan disebabkan oleh jaringan fibrosa yang seakan mengikat atau hipertrofi otot. Secara normal area lubang katup pulmonal pada saat lahir sebesar 0,5 cm dan akan ikut membesar seiring dengan pertumbuhan badan. Sebagai akibat stenosis pulmonal baik derajat ringan, sedang, maupun berat, terjadi perbedaan tekanan fase sistolik antara ruang ventrikel kanan dan arteria pulmonalis.Pada stenosis pulmonal, puncak perbedaan tekanan sistolik bisa mencapai 150-240 mmHg atau bisa lebih tinggi lagi walaupun jarang. Gangguan hemodinamik biasanya baru terjadi kalau obstruksi katup pulmonal mencapai 60% atau lebih.Stenosis pulmonal ringan yang disertai aliran darah yang tinggi dapat mengakibatkan perbedaan tekanan yang nyata, sebaliknya pada stenosis yang berat dengan aliran darah yang rendah akibat gagal jantung perbedaan tekanan yang dihasilkan dapat rendah. Pasien dengan perbedaan tekanan puncak pada saat istirahat kurang dari 50 mmHg termasuk stenosis ringan, antar 50-100 mmHg termasuk stenosis berat.Pada stenosis pulmonal berat, ventrikel kanan mengalami gagal jantung sehingga isi semenit turun walaupun pada saat istirahat.Keadaan ini diikuti dengan kenaikan baik tekanan akhir diastolik ventrikel kanan dan tekanan rata-rata atrium kanan.Sebaliknya pada pasien dengan stenosis ringan sampai sedang tekanan sistolik ventrikel kanan bisa tidak berubah dengan pertumbuhan anak sampai bertahun-tahun.Ini menunjukkan lubang daun katup ikut membesar dengan pertumbuhan anak. Tekanan atrium kanan yang tinggi dapat menimbulkan gejala dan tanda bendungan vena sistemik dan pada saat yang sama akan mengakibatkan voramen ovale terbuka dan terjadi aliran darah shunting dari atrium kanan ke atrium kiri. Hal ini akan mengakibatkan unsaturation arteri dan sianosis. Pada stenosis pulmunal berat sianosis dapat pula terjadi tanpa adanya pintasan tersebut.Hal ini disebabkan aliran darah perifer menurun akibat rendahnya isi semenit.Dalam hal ini saturasi arterial normal. Pada saat yang sama terjadi fibrosis endocardium ventrikel kanan dan mengakibatkan gagal jantung kanan dan kenaikan tekanan diastolik. 3.2.4. Manifestasi Klinis Penyakit jantung kongenital akibat obstruksi atau stenosis dan regurgitasi katup jantung umumnya gejalanya sama dengan penyakit jantung valvular yang di dapat. Walaupun demikian pada kelainan jantung kongenital ada beberapa tanda khas yang perlu diperhatikan. Pada kebanyakan remaja dengan stenosis pulmonal kongenital yang nyata, isi sekuncup pada saat istirahat tetap normal, akan tetapi kenaikan isi semenit pada saat olahraga mengalami gangguan, sedangkan pada anak-anak toleransi terhadap olahraga cukup baik. Pada tetralogy Fallot (defek septum ventrikel dan stenosis pulmonal) baik tidaknya toleransi pasien ini tergantung pada besarnya defek septum ventrikel dan rasio antara tahanan aliran darah yang masuk aorta dan tekanan darah yang lewat stenosis pulmonal. Pada kebanyakananak dan dewasa, lubang pada septum ventrikel biasanya cukup besar dan tekanan ventrikel kiri dan kanan kira-kira sama. Kalau tahanan jalan keluar ventrikel kanan tidak terlalu berta, aliran pulmonal bisa dua kali dari aliran sistemik dan saturasi arterial normal (acyanotic tetralogy Fallot). Sebaliknya kalau tahanan jalan keluar ventrikel kanan berat, aliran pulmonal akan sangat turun dan terjadi pintasan dari kanan ke kiri dengan unsaturation arterial dan sianosis walaupun dalam keadaan istirahat. Adanya lubang yang besar pada septum ventrikel dapat menyebabkan sistolik ventrikel kanan tidak bisa melebihi ventrikel kiri. Hal ini melindungi ventrikel kanan terhadap kerja yang berat dan oleh karenanya gagal jantung jarang terdapat pada masa kanak-kanak. Pada tetralogy Fallot sering terjadi sianosis atau sianosis menjadi lebih berat kalau anak menangis. Hal ini disebabkan oleh kombinasi manufer valsava , menahan nafas dan perangsangan simpatik. Pasien dewasa dengan stenosis pulmonal ringan sampai sedang biasanya tidak mempunyai keluhan, pasien ditemukan karena ada bising sistolik pada pemeriksaan fisik biasa.Pada pasien dengan stenosis pulmonal beratpun kadang tanpa keluhan.Kalau ada keluhan biasanya berupa dysppnoe d’ effort, rasa lelah yang berlebihan.Kedua keluhan ini sehubungan dengan kenaikan isi sekuncup yang tidak adekuat pada saat olahraga.Tak ada keluhan ortopnea karena tekanan vena pulmonal normal pada stenosis pulmonal. Gagal jantung kanan bisa terjadi pada stenosis yang berat. Sinkop bisa terjadi akan tetapi kematian mendadak (seperti pada stenosis aorta) tidak terjadi. Nyeri dada menyerupai angina pectoris dapat terjadi pada stenosis pulmonal yang berat.Tanda fisis pada stenosis pulmonal diantaranya terdapat habitus sindrom Noonan berupa badan yang pendek dengan dada seperti perisai dan leher berselaput.Terdapat sianosis pada pasien stenosis pulmonal berat dan defek septum atrial atau patent foramen ovale.Pulsasi karotis bisa normal atau volumenya bisa sedikit menurun dengan pulsasi vena jugularis.Teraba getaran (thrill) pada spasium intercostal ke-3 atau 4 linea para sternalis kiri.Teraba impuls ventrikel kana di para sternal. Suara ejection, bising sistolik bersifat ejeksi. Suara jantung kedua yang pecah dengan lemahnya komponen pulmonal. 3.2.5. Penatalaksanaan Stenosis pulmonel yang ringan sampai sedang dapat dikelolah tanpa tindakan operasi.Pada pasien yang membutuhkan tindakan operasi ataupun pencabutan gigi dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis. Untuk stenosis pulmonal tanpa keluhan oleh sebagian ahli dianjurkan pengobatan konservatif saja, tanpa tindakan valvulotomi,sedangkan sebagian ahli yang lain menganjurkan valvulotomi. Pada stenosis pulmonel berat dengan gagal jantung kanan, semua menganjurkan tindakan valvulotomi. Pada keadaan dimana pasien menolak operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk operasi, dianjurkan pemberian digitalis. Pemberian diuretik secara hati-hati dapat pula dicoba, akan tetapi dapat menurunkan isi sekuncup menit sehingga menimbulkan kelelahan yang berat. 3.3. Stenosis Katup Aorta Stenosis katup aorta kongenital adalah penyempitan pada jalan keluar ventrikel kiri pada katup aorta atau pun area tepat di bawah atau atas katup aorta mengakibatkan perbedaan tekanan antara ventrikel kiri dan aorta.Stenosis katup aorta kongenital terbagi atas stenosis valvular dan stenosis subvalvular. Stenosis aorta pada bayi tidak terlalu begitu menganggu kesehatannya akan tetapi derajat stenosis aorta ini mungkin memburuk saat anak bertambah usia yang dikarenakan penebalan dan kalsifikasi daun katup. 3.3.1 Etiologi Etiologi stenosis katup aorta kongenital kemungkinan terjadi akibat deformitas kongenital.Katup yang mengalami deformitas mungkin berbentuk bicuspid daripada trikuspid dan daun katup yang sering menempel pada tepinya. 3.3.2. Patofisiologi Katup aorta yang normal memiliki tiga daun katup.Pada stenosis, bentuk daun katup kadangkala tidak beraturan, terjadi penyatuan sebagian (fusi parsial), lebih cenderung mengalami kalsifikasi dan kaku, selanjutnya tampak hanya memiliki satu katup (unikuspid) atau dua katup (bikuspid). Hal ini akan mengakibatkan keterbatasan pada gerakan pembukaan katup. Selain itu ada juga obstruksi yang kadang disebabkan adanya hambatan di area tepat di bawah katup ataupun tepat di atas katup aorta.Hal tersebut menyebabkan terjadinya kesukaran aliran darah dari venttrikel kiri ke dalam aorta. Selama fase sistolik, ventrikel kiri berkontraksi dan mendorong darah melalui katup aorta.Terlihat katup aorta yang membuka tidak penuh dan adanya aliran turbulen.Turbulensi inilah yang menimbulkan suara bising jantung.Katup mitral membuka dengan baik saat ventrikel kiri selesai berkontraksi dan membiarkan darah mengalir ke dalam ventrikel kiri dengan mudah.Normalnya, katup aorta membuka dengan mudah selaras dengan kontraksi ventrikel kiri.Pada stenosis aorta terlihat usaha keras ventrikel untuk membuka katup dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Gambar 2: Skema yang menunjukkan obstruksi aliran darah dari ventrikel ke aorta, mengakibatkan ventrikel kiri memompa darah dengan usaha yang lebih keras dibandingkan normal. 3.3.3. Morfologi Akibat stenosis aorta maka ventrikel kiri harus memompa dengan lebih kuat dari yang normalnya.Hal ini bertujuan untuk mendorong darah melewati lumen yang sempit.Akibatnya terjadi hipertrofi ventricular. 3.3.4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis stenosis aorta tipe valvular pada anak bervariasi, mulai dari stenosis aorta yang kritis (pada neonatus) hngga tiada gejala.Pada pemeriksaan rutin hanya menemukan bising jantung.Walaupun jarang, anak bisa mengeluhkan nyeri dada yang khas pada saat latihan fisik.Keluhan ini belum bisa diutarakan dengan baik oleh anak yang masih kecil, tetapi anak dapat ditemukan berhenti mendadak sambil memegang dadanya selama latihan fisik.Kadang kala anak tersebut pingsan dan ini merupakan temuan yang sifatnya mengancam. Stenosis aorta tipe valvular di masa neonatus bisa menunjukkan gambaran gagal jantung kongestif pada minggu pertama kehidupan dan situasi gawat akan terjadi sangat cepat. Pada neonatus sering sekali tidak bergejala. Manifestasi klinis stenosis aorta tipe subvalvular menimbulkan bising stenosis yang paling baik bila di atas basis jantung dan paling keras pada sela iga ketiga kiri.Stenosis aorta tipe valvular ini tidak menyebabkan gagal jantung kongestif. 3.3.5. Penatalaksanaan Stenosis aorta berat pada bayi baru lahir, belum diakui membawa kematian yang tinggi.Dalam kasus-kasus ringan stenosis aorta diperlukan tindakan lanjut untuk menentukan waktu yang tepat dari intervensi terapeutik.Seperti pada stenosis katup pulmonal, valvolotomy baik bedah atau dengan balon valvuloplasty merupakan terapi dini pertama bagi bayi baru lahir yang sakit atau anak-anak dengan stenosis aorta bawaan.Komplikasi utama dari valvotomy adalah regurgitasi aorta ringan atau pun berat.Untuk pasien yang telah melakukan valvotomy namun valvotomynya gagal maka harus dilakukan pergantian katup.Waktu pergantian sangat penting.Pada anak-anak pergantian katup harus ditunda karena alasan dari komplikasi pertumbuhan dan antikoagulan. 3.3.6. Prognosis Dalam seri Abbott (1936) periode rata-rata kelangsungan hidup dengan stenosis aorta tipe valvular maksimal adalah 24 tahun, sedangkan dengan stenosis aorta tepe subvalvularadalah 58 tahun.Menurut Brown (1950), prognosis dalam kasus-kasus dengan stenosis aorta tipe subvalvular jauh lebih baik dibandingkan dengan stenosis aorta tipe valvular. Wood (1950) juga mengatakan bahwa kebanyakan pasien dengan stenosis katup aorta tipe valvular meninggal pada usia muda dan prognosis pada pasien dengan stenosis aorta subvalvular lebih baik. 3.4. Atresia Katup Aorta Atresia katup aorta merupakan penyakit jantung bawaan yang langka yakni berupa tidak adanya atau tertutupnya ostium aorta. Obstruksi ini menyebabkan aliran darah dari ventrikel kiri jantung ke tubuh menjadi terganggu. Karena penyumbatan ini, satu-satunya cara lain agar darah dapat tetap mengalir ke seluruh tubuh yakni melalui struktur lain di jantung yang disebut ductus ateriosus patent. Atresia aorta biasanya terjadi dalam kombinasi dengan cacat jantung lainnya, seperti sindrom hipoplasia jantung kiri.Kombinasi ini adalah penyebab paling sering dari gagal jantung kongestif dan kematian pada periode neonatal (28 hari pertama kehidupan). Jika bayi dengan atresia katup aorta mampu bertahan hidup sampai dewasa maka dapat mengembangkan masalah dengan fungsi hati mereka di kemudian hari akibat memburuknya kondisi. Seiring waktu, perawatan bedah yang digunakan pada bayi untuk memperbaiki katup jantung aorta dapat meninggalkan jaringan parut di belakang, meningkatkan kemungkinan irama jantung yang abnormal (aritmia) dan luas untuk infeksi yang disebut SBE (endokarditis bakteri subakut). 3.4.1.Etiologi Atresia katup aorta biasanya disebabkan karena cacat jantung bawaan dan biasanya terjadi dalam kombinasi dengan cacat jantung lainnya. 3.4.2. Patofisiologi Pada atresia aorta tidak terdapat adanya katup aorta sehingga ostium aorta tertutup akibatnya darah mengalir ke seluruh tubuh melalui ductus arteriosus patent. Dengan demikian pada anomaly ini ventrikel kiri janin tidak mengalami perkembangan dan menyebabkan sindrom jantung kiri hipoplastik. Gambar 3: Perbedaan jantung normal dan jantung yang mengalami atresia aortic 3.4.3. Perubahan Morfologi Bayi dengan atresia aorta yang berat mungkin masih bisa bertahan hidup, tetapi hal ini terjadi jika ductus arteriosus patent memungkinkan aliran darah ke dalam aorta dan arteri koronaria. Oleh karena atresia aorta merupakan penyakit tidak adanya atau tertutupnya ostium aorta dan aliran darah terjadi melalui PDA maka yang terjadi adalah tidak berkembangnya ventrikel kiri janin. 3.4.4. Manifestasi Klinis Gejala biasanya terjadi segera setelah lahir. Gejala utama adalah murmur jantung, sianosis, napas cepat atau sesak napas, lekas marah, energi rendah, dan kulit berkeringat. 3.4.5. Penatalaksanaan Dalam kasus atresia aorta dengan pembesaran pada defek septum ventrikel kiri dan ventrikel kiri normal maka perhatian medis pada bayi yang terbaik diarahkan pada menjaga peningkatan resistensi pembuluh darah pada paru dan melakukan pengobatan farmakologis.Ini semua bisa seefektif rekonstruktifoperasi dalam memperpanjang hidup, atau bahkan lebih efektif,dan menyebabkan lebih sedikit penderitaan, risiko, dan biaya. Selain itu juga, menghindari dari thoracotomy akan memberikan kesempatan keberhasilan dilakukan transplantasi jantung atau paru dikemudian hari. 3.4.6. Prognosis Prognosis untuk atresia katup aorta pada umumnya sangat buruk apabila tidak ditangani lebih awal karena dapat mengembangkan masalah dengan fungsi hati.Selain itu juga sekalipun dilakukan tindakan pembedahan amat sangat luas pula untuk terjadinya infeksi endocarditis bakteri subakut sepanjang masa hidupnya.  
 DAFTAR PUSTAKA Aru SW, Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edise ke-5, Jilid ke-2. Jakarta : Interna Publishing, 2009. Bettadapur MS, Griffin BP, Asher CR. Caring for patients with prosthetic heart valves.Cleveland clinic journal of medicine.Volume ke-69, 2002. Bhattacharya A, Soni S, Jain R, Tiwari P. Systemic Lupus Erythematosus: A Review. Pharmacologynonline. Volume ke-3. India : JK College of Pharmacy, School of Pharmacy, 2013; hal. 812-25. Bhattacharyya S, Davar J, Dreyfus G, Caplin ME. Carcinoid Heart Disease. Circulation. Volume ke-116, 2007; hal. 2860-5. Chandrasoma P, dkk. Buku ajar patologi anatomi.Edisi ke-2.Jakarta : EGC, 2005. Fox DJ, Khattar RS. Carcinoid heart disease: presentation, diagnosis, and management. Heart. Volume ke-90, 2004; hal. 1224-28. Irawan B, Ghanie A. Kardiologi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi ke-5, jilid ke-2.Jakarta : Interna Publishing, 2009; hal 1693-700. Jim N. Valvular heart disease. New York : Oxford university press, 2011. Kassion S. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatan.Edisi ke-1.Jakarta : EGC, 2012. Lardo S, Hasan H. Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak Siatonik. Kardiologi Anak. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC, 2009. Phillips D. Aortic stenosis: A Review. AANA Journal. Volume ke-74. North Carolina, 2006. Price SA, Wilson LM.Konsep klinis proses-proses penyakit.Edisi ke-6, Volume ke-1.Jakarta : EGC, 2005Wooley CF, Baba N, Kilman JW, Joseph M. Morphology of the Calcific Mitral Valve. Circulation. Volume ke-49, 1974; hal. 1167-74. Sudoyo.Buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi ke-5, jilid ke-2.Jakarta : Interna Publishing, 2009.

1 komentar:

  1. terimakasih banyak untuk informasinya... sangat membantu,

    http://tokoonlineobat.com/obat-jantung-rematik-alami/

    BalasHapus